Rabu, 30 Mei 2012

Pulang Kampung #4

Ini hari yang paling saya nanti-nanti. Kenapa? Karena hari ini, tujuan utamanya adalah Danau Maninjau. Saya belum pernah ke sini. Jangankan saya, mama saya yang lahir dan besar di kampung saja, belum pernah ke sini. Selain itu, Danau Maninjau menjadi target utama saya untuk pulang kampung kali ini. Rencana awalnya malah mau menginap di sini tapi karena kondisi kurang mendukung, jadilah one day trip saja. Rutenya melingkar melalui beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Barat : Padang Panjang - (melalui) Kabupaten Tanah Datar - Danau Maninjau - (melalui) Kabupaten Agam - Kabupaten/Kota Padang Pariaman - kembali lagi ke Padang Panjang.Untuk memberikan gambaran, bisa dilihat pada peta di bawah ini yang saya ambil dari link ini.

Peta Sumatera Barat

Pada perjalanan kali ini, (lagi-lagi) Pak Etek Kayo menjadi pemandu kami. Kali ini perjalanan hanya berempat, plus saya, mama, dan anak perempuan Pak Etek Kayo, Riri. Kami memulai perjalanan sekitar jam 10.30 pagi dengan membawa cukup bekal makanan ringan, minuman, maupun makan siang. Dari Padang Panjang menuju ke arah Bukittinggi, tapi sebelum sampai Bukittinggi, belok kanan di nagari (desa) Sungai Tanang. Sepanjang perjalanan, jendela mobil selalu terbuka, dan HP saya selalu dalam kondisi kamera siap memfoto karena memang udaranya sejuk dan bersih serta pemandangan yang sangat indah.  Umumnya pemandangan berupa persawahan, bukit-bukit, rumah-rumah penduduk yang terhampar dinaungi langit yang biru (bahasa saya mulai agak puitis yah :p) Berikut hasil jepretan saya sepanjang perjalanan menjelang Danau Maninjau. Catatan: foto ini diambil dalam kondisi mobil berjalan, dan jeprat-jepret dengan kamera dari Iphone 4S saya. Jadi, kalau ada kurang-kurang, harap maklum. Walaupun begitu, saya sudah edit sedikit dengan aplikasi pada Iphone saya ini untuk menguatkan warna saja.

Persawahan di Perbukitan

Padi Menguning di bawah Langit Membiru
Setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam dengan jalan yang berkelok-kelok mendaki bukit, akhirnya muncullah dari balik bukit, pemandangan yang indah sekali, Danau Maninjau dan ditandai pula dengan mulainya suatu rute perjalanan yang lebih berkelok-kelok lagi yang dikenal dengan nama "Kelok 44". Sesuai namanya, memang ada 44 kelok hingga akhirnya sampai ke Danau Maninjau di bawah bukit ini. Dan... menepilah mobil kami sejenak untuk menikmati pemandangan itu dan mengabadikannya dalam foto.

Saya dan Sepupu saya, Riri, di Tikungan Pertama yang tampak Danau Maninjau
Di bawah sana, terhampar Danau Maninjau, yang sebagian masih diselubungi awan dan kabut. Danau Maninjau itu seperti cerukan di antara bukit-bukit yang diisi air. Menikmati sejenak, kami melanjutkan lagi perjalanan. Lalu menemukan kembali tempat yang bagus untuk menikmati Danau Maninjau, maka kami kembali menepi.

Danau Maninjau masih berkabut
Lanjut lagi, dan ternyata ada tempat lagi yang bagus untuk memandang Danau Maninjau. Kali ini, awan dan kabut sudah berkurang, sehingga langit lebih bersih.


Such a beautiful view, isn't it? 

Dibalik bunga yang berwarna merah cerah
Kami kembali melanjutkan perjalanan dan terus saya memandangi ke arah Danau Maninjau, hingga danau itu semakin dekat dan kami memasuki nagari yang terletak mengelilingi Danau Maninjau. Kalau saja saya berangkat ke Maninjau esok hari, maka saya akan melihat adanya perlombaan paralayang internasional. Kabarnya para atlet akan terjun dari Puncak Lawang, salah satu nagari yang di atas bukit sebelum Danau Maninjau, dan akan melayang-layang di atas danau. Wow... kebayang deh bakal puas banget menikmati keindahan pemandangan Maninjau. Di Puncak Lawang ini pula, menjadi tempat pilihan untuk menginap. Tidak terasa sudah lewat jam 12 siang. Pak Etek Kayo menawarkan, mau makan siang di tepi danau atau di pinggir pantai di Pariaman. Karena saya belum terlalu lapar, maka saya memilih di pinggir pantai di Pariaman. Dengan tetap memegang Iphone di tangan, berikut beberapa foto yang saya ambil setelah melalui Danau Maninjau.

Pertemuan Dua Perbukitan yang Mengelilingi Danau Maninjau

Ada Pulau Kecil Sekali di Tengah Danau Maninjau

Kami lalu melanjutkan perjalanan, memasuki Kabupaten Agam. Kami mampir untuk sholat Dzuhur di salah satu masjid di ibukota Kabupaten Agam, Lubuk Basung. Seusai sholat, kami melanjutkan perjalanan lagi. Perut sudah mulai terasa lapar, tapi belum juga terlihat pantai. Sekitar jam 2 siang, akhirnya sampailah kami di pantai Gandoriah. Wah... pantainya bersih... pasirnya putih... langitnya sangat cerah... udara terik. Akhirnya kami menepi dan menyewa tikar untuk duduk makan siang. Kami memilih duduk di bawah pohon karena memang matahari bersinar sangat terik. Enaknya makan di tepi pantai dengan pemandangan pantai yang cantik. Selesai makan, saya dan sepupu saya, Riri, langsung terjun ke pantai, berfoto-foto ria.

Mejeng di Kapal Nelayan yang Sedang "Parkir"

Ingin Sekali ke Pulau-pulau di Sebrang itu

Suka Melihat Awan yang Berbaris itu
Kami cukup lama di Pantai Gandoriah ini. Oiya, sepanjang perjalanan, saya juga sambil chatting dengan adik perempuan saya, Dina, yang sedang mengikuti program sandwich untuk S3nya di Perancis. Kebetulan karena hari Sabtu, dia sedang santai di apartemennya. Saat di pantai ini, sebenarnya batere HP saya sudah tinggal 10%, tapi tetap saya "paksakan" untuk video call dengan Dina. Kebetulan dapat sinyal 3G, tidak seperti di Padang Panjang yang sulit sekali. Hanya mungkin paling lama 3 menit, ketika saya sedang menunjukkan pemandangan pantai, HP saya langsung mati. Yaa... selanjutnya foto-foto menggunakan HP Riri dan Pak Etek Kayo. 

Sekitar jam 15.30, kami meninggalkan Pantai Gandoriah. Pak Etek lalu mengajak kami mampir makan sate khas Pariaman. Yang membedakan Sate Mak Syukur di Padang Panjang dengan Sate khas Pariaman ini adalah kuah dan dagingnya. Sate Mak Syukur berkuah kuning sementara Sate khas Pariaman berkuah coklat kemerahan. Potongan daging pada Sate Mak Syukur besar-besar, sementara pada Sate khas Pariaman, potongan dagingnya tipis-tipis. Saya, mama dan Riri hanya memesan setengah porsi karena kami masih agak kenyang sehabis makan siang tadi di Pantai Gandoriah. Pak Etek Kayo pesan satu porsi. Untuk porsi, lebih kecil daripada Sate Mak Syukur. Jujur, saya lebih menyukai Sate Mak Syukur karena dagingnya yang lebih enak menurut saya. Karena HP saya sudah mati, maka tidak ada foto untuk Sate khas Pariaman ini. Selesai makan sate, kami melanjutkan perjalanan. Melalui Sicincin terus ke Padang Panjang.

Demikian cerita pulang kampung bagian keempat. Besok hari Minggu adalah hari terakhir saya berjalan-jalan di Sumatera Barat karena Senin pagi saya kembali ke Jakarta. Jadi masih ada satu bagian lagi.


Tidak ada komentar: