Kamis, 31 Mei 2012

Pulang Kampung #5 (Terakhir)

Sepulangnya dari Maninjau, malamnya saya dan mama, diajak Tek Yus, adik mama yang tinggal di rumah Padang Panjang, beserta suaminya, Pak Etek Man, dan salah seorang anak perempuannya, Dian, untuk berkeliling di Pasar Padang Panjang. Tujuannya kali ini mencari beberapa kuliner yang menjadi incaran saya setiap pulang kampung yaitu Tahu Panas, Katan Durian, dan Martabak Telur. Semua makanan yang kami beli untuk dibawa pulang dan dimakan di rumah. Kali ini maaf saya tidak mempunyai fotonya karena terlalu "kalap" untuk memakannya :P

Tahu Panas terdiri dari mie kuning seukuran spageti disertai tahu, irisan kol yang sudah sedikit direbus, disiram oleh kuah kacang yang sepertinya ada campuran air kaldu. Tahu Panas ini dijual di RM Soto Laris di Pasar Padang Panjang persis sebelah RM Gumarang. RM Soto Laris juga menjual makanan lain seperti tentu saja sesuai namanya Soto Padang. Sayang sekali target kami kedua yakni Katan Durian tidak tersedia. Lalu, kami melanjutkan perjalanan mencari martabak telur yang terletak di belakang SMPN 1 Padang Panjang. Yang saya suka dari martabak telur di sini adalah dagingnya yang melimpah dan bumbunya yg lebih enak selain itu kuahnya juga rasanya pas, plus acarnya yang segar serta porsinya dibuat untuk per orang. Selesai membungkus martabak, kami sempat diajak berputar-putar sedikit melihat Padang Panjang di malam hari. Jalanan sebagian besar sepi, lampu hanya dari rumah penduduk dan mobil kami yang lewat. Selebihnya gelap dan udara di luar yang cukup dingin. Sampai di rumah, kami langsung "berjuang" menghabiskan semua makanan itu. Sebenarnya tidak hanya Tahu Panas dan martabak telur, tapi masih ada gorengan dan jagung manis rebus :P

Akhirnya sampai di hari ke-6 saya di kampung. Besoknya, Senin 14 Mei 2012, saya dan mama kembali ke Jakarta. Tek Yus, Pak Etek Man, dan Dian mengajak kami sore ini ke Payakumbuh. Sederhana saja, mengajak makan nasi goreng yang katanya enak di salah satu rumah makan di Payakumbuh. Hehehe... menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam "hanya" untuk makan nasi goreng :P Pagi dan siangnya, mama dan Tek Yus pergi ke pasar untuk berbelanja daging dan bumbu untuk membuat rendang dan dendeng untuk dibawa ke Jakarta serta oleh-oleh untuk adik mama yang di Cilegon, Tek Lis dan keponakan mama di Bandung, Uda Dani. 

Siangnya, Riri meng-SMS saya mengajak makan bakso di Pasar Padang Panjang. Langsunglah, saya, Riri, Dian dan adik Riri, Dicky pergi makan bakso di Pasar Padang Panjang, diantar Tek Yus dan Pak Etek Man yang kebetulan mau pergi kondangan dulu. Sampai di pasar, kami berputar dulu karena ada yang ingin dibeli oleh Riri dan Dicky. Setelah dapat semua barang yang ingin dibeli, kami lalu berjalan ke arah Bioskop Karya. Nah di pinggir bioskop itulah, terdapat warung kaki lima bernama Bakso Pak De. Kabarnya ini bakso terenak di Padang Panjang dan saya setuju dengan ini. Dari cerita Riri dan Dian, rupanya pemilik bakso ini adalah transmigran asal Jawa yang sudah lama menetap di Padang Panjang bahkan sudah beberapa generasi. Waktu memesannya pun menggunakan bahasa Minang. 

Bakso Pak De Padang Panjang

Selesai makan bakso, kami kembali dijemput Tek Yus dan Pak Etek Man. Ternyata mama sudah berada di rumah Pak Etek Kayo dan Tek Mam, maka kami menjemput mama di sana untuk langsung meneruskan perjalanan ke Payakumbuh. Payakumbuh ini terletak setelah Bukittinggi. Terdapat objek wisata yang juga sangat indah yaitu Harau di mana terdapat tebing-tebing dengan warna-warna alam yang cantik. Memang kali ini saya tidak ke sana karena hari sudah sore, tapi ini ada foto saya sekitar 3 tahun lalu.

Cantik yah Tebingnya
Rumah makan yang kami tuju bernama RM Minang Asli. Sesuai rekomendasi, kami memesan Nasi Goreng, Ayam Goreng dan minumnya Es Teler. Sedikit perbedaan dengan nasi goreng di Jakarta adalah warnanya yang agak kemerahan, terdapat sayur selada yang diiris-iris tebal serta dihidangkan bersama sebuah wadah kecil berisi kuah cuka bening yang di dalamnya terdapat potongan cabe rawit. 

Es Telernya beda sama yang di Jakarta

Nasi Goreng dan Ayam Goreng
Hampir maghrib, kami pulang ke Padang Panjang. Di perjalanan menuju Padang Panjang, setelah Bukittinggi, tepatnya di Koto Baru, Pak Etek Man menawarkan apakah mau mampir di Bika si Mariana. Akan tetapi, karena saya sudah sangat kenyang sebab porsi nasi goreng yang lumayan besar, saya kali ini "terpaksa" menolak. Bika si Mariana ini beda sekali dengan Bika Ambon. Bika si Mariana terbuat dari (tebakan saya) adonan yang merupakan campuran tepung, santan, dan gula putih yang dibakar di pembakaran mirip orang buat serabi. Bahan bakarnya adalah arang dari batok kelapa (lagi-lagi zero waste industry).

Sampai di rumah, kami menyesaikan packing terakhir. Besok pesawat jam 10.30 pagi dengan Lion Air. Kami berencana berangkat jam 7 pagi. Dan... karena berangkat Senin pagi, maka kami membawa oleh-oleh gulai kambing RM Gumarang seperti saya ceritakan di #1. Untuk mengantar kami ke bandara, mama sudah menelpon salah seorang keponakannya yang di Padang dan mengutus dua orang karyawannya untuk mengantar kami ke bandara. 

Menuju bandara, kami melewati kembali Air Terjun Lembah Anai. 

Air Terjun Lembah Anai

Sekadar sharing, sebenarnya masih banyak tempat-tempat wisata lain di Sumatera Barat. Di ibukotanya, Padang, terdapat objek wisata jembatan dan makam Siti Nurbaya, batu Malin Kundang, pantai-pantai, juga makan seafood di beberapa restoran di tepi pantai. Masih ada danau kembar di kabupaten Solok. Ada juga Istana Pagaruyung di Batusangkar. Dan... sejumlah tempat wisata kuliner. 

Ternyata hanya dalam waktu 1 jam, kami sampai di bandara. Untunglah pesawat kali ini tepat waktu. Sekian cerita perjalanan saya seminggu di kampung halaman. Saya dan mama kembali ke Jakarta untuk istirahat selama beberapa hari. Untuk kemudian, hari Jumat tanggal 18 Mei 2012-21 Mei 2012, kami jalan-jalan lagi ke tempat lain.


Rabu, 30 Mei 2012

Pulang Kampung #4

Ini hari yang paling saya nanti-nanti. Kenapa? Karena hari ini, tujuan utamanya adalah Danau Maninjau. Saya belum pernah ke sini. Jangankan saya, mama saya yang lahir dan besar di kampung saja, belum pernah ke sini. Selain itu, Danau Maninjau menjadi target utama saya untuk pulang kampung kali ini. Rencana awalnya malah mau menginap di sini tapi karena kondisi kurang mendukung, jadilah one day trip saja. Rutenya melingkar melalui beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Barat : Padang Panjang - (melalui) Kabupaten Tanah Datar - Danau Maninjau - (melalui) Kabupaten Agam - Kabupaten/Kota Padang Pariaman - kembali lagi ke Padang Panjang.Untuk memberikan gambaran, bisa dilihat pada peta di bawah ini yang saya ambil dari link ini.

Peta Sumatera Barat

Pada perjalanan kali ini, (lagi-lagi) Pak Etek Kayo menjadi pemandu kami. Kali ini perjalanan hanya berempat, plus saya, mama, dan anak perempuan Pak Etek Kayo, Riri. Kami memulai perjalanan sekitar jam 10.30 pagi dengan membawa cukup bekal makanan ringan, minuman, maupun makan siang. Dari Padang Panjang menuju ke arah Bukittinggi, tapi sebelum sampai Bukittinggi, belok kanan di nagari (desa) Sungai Tanang. Sepanjang perjalanan, jendela mobil selalu terbuka, dan HP saya selalu dalam kondisi kamera siap memfoto karena memang udaranya sejuk dan bersih serta pemandangan yang sangat indah.  Umumnya pemandangan berupa persawahan, bukit-bukit, rumah-rumah penduduk yang terhampar dinaungi langit yang biru (bahasa saya mulai agak puitis yah :p) Berikut hasil jepretan saya sepanjang perjalanan menjelang Danau Maninjau. Catatan: foto ini diambil dalam kondisi mobil berjalan, dan jeprat-jepret dengan kamera dari Iphone 4S saya. Jadi, kalau ada kurang-kurang, harap maklum. Walaupun begitu, saya sudah edit sedikit dengan aplikasi pada Iphone saya ini untuk menguatkan warna saja.

Persawahan di Perbukitan

Padi Menguning di bawah Langit Membiru
Setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam dengan jalan yang berkelok-kelok mendaki bukit, akhirnya muncullah dari balik bukit, pemandangan yang indah sekali, Danau Maninjau dan ditandai pula dengan mulainya suatu rute perjalanan yang lebih berkelok-kelok lagi yang dikenal dengan nama "Kelok 44". Sesuai namanya, memang ada 44 kelok hingga akhirnya sampai ke Danau Maninjau di bawah bukit ini. Dan... menepilah mobil kami sejenak untuk menikmati pemandangan itu dan mengabadikannya dalam foto.

Saya dan Sepupu saya, Riri, di Tikungan Pertama yang tampak Danau Maninjau
Di bawah sana, terhampar Danau Maninjau, yang sebagian masih diselubungi awan dan kabut. Danau Maninjau itu seperti cerukan di antara bukit-bukit yang diisi air. Menikmati sejenak, kami melanjutkan lagi perjalanan. Lalu menemukan kembali tempat yang bagus untuk menikmati Danau Maninjau, maka kami kembali menepi.

Danau Maninjau masih berkabut
Lanjut lagi, dan ternyata ada tempat lagi yang bagus untuk memandang Danau Maninjau. Kali ini, awan dan kabut sudah berkurang, sehingga langit lebih bersih.


Such a beautiful view, isn't it? 

Dibalik bunga yang berwarna merah cerah
Kami kembali melanjutkan perjalanan dan terus saya memandangi ke arah Danau Maninjau, hingga danau itu semakin dekat dan kami memasuki nagari yang terletak mengelilingi Danau Maninjau. Kalau saja saya berangkat ke Maninjau esok hari, maka saya akan melihat adanya perlombaan paralayang internasional. Kabarnya para atlet akan terjun dari Puncak Lawang, salah satu nagari yang di atas bukit sebelum Danau Maninjau, dan akan melayang-layang di atas danau. Wow... kebayang deh bakal puas banget menikmati keindahan pemandangan Maninjau. Di Puncak Lawang ini pula, menjadi tempat pilihan untuk menginap. Tidak terasa sudah lewat jam 12 siang. Pak Etek Kayo menawarkan, mau makan siang di tepi danau atau di pinggir pantai di Pariaman. Karena saya belum terlalu lapar, maka saya memilih di pinggir pantai di Pariaman. Dengan tetap memegang Iphone di tangan, berikut beberapa foto yang saya ambil setelah melalui Danau Maninjau.

Pertemuan Dua Perbukitan yang Mengelilingi Danau Maninjau

Ada Pulau Kecil Sekali di Tengah Danau Maninjau

Kami lalu melanjutkan perjalanan, memasuki Kabupaten Agam. Kami mampir untuk sholat Dzuhur di salah satu masjid di ibukota Kabupaten Agam, Lubuk Basung. Seusai sholat, kami melanjutkan perjalanan lagi. Perut sudah mulai terasa lapar, tapi belum juga terlihat pantai. Sekitar jam 2 siang, akhirnya sampailah kami di pantai Gandoriah. Wah... pantainya bersih... pasirnya putih... langitnya sangat cerah... udara terik. Akhirnya kami menepi dan menyewa tikar untuk duduk makan siang. Kami memilih duduk di bawah pohon karena memang matahari bersinar sangat terik. Enaknya makan di tepi pantai dengan pemandangan pantai yang cantik. Selesai makan, saya dan sepupu saya, Riri, langsung terjun ke pantai, berfoto-foto ria.

Mejeng di Kapal Nelayan yang Sedang "Parkir"

Ingin Sekali ke Pulau-pulau di Sebrang itu

Suka Melihat Awan yang Berbaris itu
Kami cukup lama di Pantai Gandoriah ini. Oiya, sepanjang perjalanan, saya juga sambil chatting dengan adik perempuan saya, Dina, yang sedang mengikuti program sandwich untuk S3nya di Perancis. Kebetulan karena hari Sabtu, dia sedang santai di apartemennya. Saat di pantai ini, sebenarnya batere HP saya sudah tinggal 10%, tapi tetap saya "paksakan" untuk video call dengan Dina. Kebetulan dapat sinyal 3G, tidak seperti di Padang Panjang yang sulit sekali. Hanya mungkin paling lama 3 menit, ketika saya sedang menunjukkan pemandangan pantai, HP saya langsung mati. Yaa... selanjutnya foto-foto menggunakan HP Riri dan Pak Etek Kayo. 

Sekitar jam 15.30, kami meninggalkan Pantai Gandoriah. Pak Etek lalu mengajak kami mampir makan sate khas Pariaman. Yang membedakan Sate Mak Syukur di Padang Panjang dengan Sate khas Pariaman ini adalah kuah dan dagingnya. Sate Mak Syukur berkuah kuning sementara Sate khas Pariaman berkuah coklat kemerahan. Potongan daging pada Sate Mak Syukur besar-besar, sementara pada Sate khas Pariaman, potongan dagingnya tipis-tipis. Saya, mama dan Riri hanya memesan setengah porsi karena kami masih agak kenyang sehabis makan siang tadi di Pantai Gandoriah. Pak Etek Kayo pesan satu porsi. Untuk porsi, lebih kecil daripada Sate Mak Syukur. Jujur, saya lebih menyukai Sate Mak Syukur karena dagingnya yang lebih enak menurut saya. Karena HP saya sudah mati, maka tidak ada foto untuk Sate khas Pariaman ini. Selesai makan sate, kami melanjutkan perjalanan. Melalui Sicincin terus ke Padang Panjang.

Demikian cerita pulang kampung bagian keempat. Besok hari Minggu adalah hari terakhir saya berjalan-jalan di Sumatera Barat karena Senin pagi saya kembali ke Jakarta. Jadi masih ada satu bagian lagi.


Minggu, 27 Mei 2012

Pulang Kampung #3

Lanjut ke cerita di hari ke-3, yang juga hari Kamis. Seperti telah saya bilang sebelumnya, sore hari ini, kami berencana untuk ke pemandian air panas di Solok. Nah, untuk paginya, agenda kami mutar-mutar Pasar Padang Panjang dan makan di Sate Mak Syukur. Salah satu yang kerajinan khas dari Sumatera Barat adalah kerudungnya yang memiliki berbagai macam bordir atau sulaman baik itu di pinggir kerudung maupun di bagian kepala. Nah... inilah yang menjadi tujuan saya kali ini. Saya mencari model yang hiasannya relatif sederhana dan belum saya jumpai di Jakarta. Dengan harga mulai dari 30rb untuk kerudung yang berhias bordir atau sulaman. 

Kerudung untuk oleh-oleh
Selain itu, saya juga mulai mencari bros lagi. Yup... saya agak sedikit maniak sama hiasan yang satu ini. Di rumah, sudah hampir 2 toples kue koleksi saya... dan sepertinya masih akan bertambah. Hehe...

Hari sudah siang, perut pun mulai lapar, maka kami mencari angkot untuk makan di Sate Mak Syukur. Letaknya di tepi jalan Padang-Bukittinggi. Sate Mak Syukur ini sangat terkenal bahkan sekarang sudah banyak franchise-nya di Jakarta. Kalau menurut saya, yang di Jakarta 90%-nya lah dari yang di Padang Panjang. Khas dari Sate Mak Syukur adalah kuahnya yang kuning dan potongan dagingnya yang besar dan lembut. Oiya, saya pernah diceritakan oleh alm kakak tertua mama saya kalau di Padang Panjang, daging sapinya kualitasnya sangat baik, terasa "manis" ditambah lagi untuk proses penyembelihannya dilakukan oleh ulama, sehingga dijamin 100% halal. Oiya (lagi), saya lupa bilang yah kalau Padang Panjang ini juga mendapat julukan kota Serambi Mekkah. Hal ini terlihat dari Pendidikan Agama dan Budi Pekerti yang mendapat perhatian khusus di sekolah-sekolah. Selain itu, Kebijakan Pemda yang melarang iklan rokok di setiap sudut kota menurut saya patut diacungi jempol. Hehehe... jadi melantur ke mana-mana yah karena ngomongin Sate Mak Syukur.

Sate Mak Syukur dan Jus Alpukat. Kombinasi yang Dahsyat! *maaf agak lebay*
Selesai makan di Sate Mak Syukur, kami kembali ke Pasar Padang Panjang. Kembali "tawaf", melihat-lihat dan membeli beberapa. Apa aja? ada deh... Setiap pulang kampung, satu hal yang saya senangi. Di sini pasar tradisional masih memegang peranan penting dalam masyarakat. Memang ada satu dua mini market, tapi tetap pusat perputaran uang terbesar di pasar tradisional. Yang penting adalah pasarnya bersih sehingga kita nyaman berjalan-jalan di dalamnya plus udara Padang Panjang yang sejuk. Jadi tidak terasa sudah hampir sore. Kami ingat ada janji sore ini ke Solok. Sebelumnya, kami mampir dulu ke penjual pisang kapik, yang sekarang hanya ada satu-satunya di Pasar Padang Panjang. Cemilan ini sederhana. Dari pisang kepok yang dibakar. Yang menjadi bahan bakarnya pun adalah kulit pisang yang tidak terpakai lagi. Wah... saya selalu takjub dengan konsep sederhana "zero waste" yang diterapkan oleh penjualnya, meskipun kemungkinan besar karena untuk menekan ongkos produksi. Oke...setelah pisangnya dibakar kemudian di-"kapik" atau dalam bahasa Indonesia dijepit oleh 2 buah alat dari kayu yang berbentuk seperti talenan. Selesai dijepit, pisang kemudian ditaburi dengan kelapa muda parut serta gula pasir. Dibungkus dengan daun pisang lalu beralas koran. Sederhana tapi nikmat :)

Pisang Kapik
Dari Pasar Padang Panjang, kami ke rumah Pak Etek Kayo. Selesai sholat, kami langsung berangkat menuju Solok. Padang Panjang - Solok ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam dan di perjalanannya akan tampak pemandangan indah dari Danau Singkarak. Salah satu dari 4 danau yang ada di Sumatera Barat, selain Danau Maninjau, serta Danau di Atas dan Danau di Bawah (Danau Kembar). Danau ini menjadi sumber mata pencarian bagi sebagian penduduk yang tinggal di sekitarnya. Ikan yang menjadi endemik danau ini yakni Ikan Bilih. Ikan ini kecil-kecil, enak digoreng biasa atau digoreng balado. Selain itu Danau Singkarak juga digunakan untuk PLTA. Singkarak kemudian semakin dikenal karena adanya turnamen balap sepeda Tour de Singkarak yang rutin diselenggarakan tiap tahun dan diikuti oleh peserta nasional maupun internasional. Belakangan Tour de Singkarak mencakup area perlombaan hampir di seluruh Sumatera Barat.

Salah satu sudut Danau Singkarak
Letak pemandian air panas atau dalam bahasa Minang "aie angek" ada di luar kotamadya Solok, tepatnya di Bukit Kili Timur, yang terletak di jalan raya Padang-Solok. Sekitar jam 5 sore kami sampai, Letak pemandian air panas ini ada di belakang Masjid dan tidak dipungut biaya untuk masuk. Pemandian dipisah antara laki-laki dan perempuan. Pemandian berbentuk kolam yang ukurannya sekitar setengah kolam renang standard dan kedalaman sekitar 150 cm.Yang unik sebagian besar yang mandi di sini tidak menggunakan baju renang tapi kain sarung dan saya pun demikian. Bahkan banyak berpakaian lengkap. Kabarnya banyak orang yang datang rutin bahkan menginap untuk berobat di sini. Yang saya sayangkan dari tempat pemandian ini adalah tidak ada tempat untuk penyimpanan barang maupun kamar bilas. Saya perhatikan banyak yang memakai sabun dan sampo kemudian masuk ke kolam untuk membilasnya. Ditambah lagi, di bagian perempuan, juga digunakan oleh kaum wanita setempat untuk mencuci. Memang airnya bersih dan tidak mengandung belerang, seperti di pemandian air panas yang pernah saya kunjungi di Sari Ater Kabupaten Bandung, tapi rasanya kurang sip aja.  

Oiya tips untuk berendam di sini. Perlahan-lahan masuk ke kolam. Mulai dari kaki dulu karena di pinggir-pinggir kolam ada bagian dangkal. Dan... begitu saya memasukkan kaki saya, saya terkejut dengan betapa panasnya air di kolam. Setelah memasukkan kaki, duduklah di tepi kolam, sambil menyiramkan dengan tangan sedikit-sedikit air ke badan. Yaa.... begitu tubuh mulai tahan dengan panasnya, masuklah berendam ke dalam kolam. Tapi, jangan terlalu lama karena bisa dehidrasi seperti yang saya alami. Setelah sekitar 30 menit berenang. Saya keluar dari kolam dan benar saja, langsung lemas seperti hampir pingsan rasanya. Saya pun ganti pakaian dibantu sama mama sambil duduk. Setelah minum air, akhirnya saya kuat kembali jalan menuju masjid untuk menunggu waktu Maghrib datang sambil mengumpulkan kembali tenaga. Pas pula hujan turun. Setelah maghrib, kembali ke parkir mobil. Setelah meletakkan baju kotor di mobil, kami ke salah satu warung-warung kecil semacam warkop yang cukup banyak terdapat di sekitar pemandian ini. Menikmati segelas teh manis hangat dan pop mie sambil melihat semakin malam ternyata semakin banyak pengunjung yang datang. Kabarnya semakin malam airnya semakin panas. Air yang mengalir di sini bersumber dari mata air di Gunung Talang. 

Setelah tenaga terkumpul, kami bergegas untuk pulang kembali ke Padang Panjang. Setelah tadi sempat lemas, saya sudah segar kembali dan badan terasa lebih ringan. Kami kembali melalui jalan yang sama, menyusuri Danau Singkarak dan Pak Etek mengajak mampir ke salah satu rumah makan di tepi Danau Singkarak. Di sini saya mencoba pangek ikan. Sehabis makan, kami lanjut pulang ke Padang Panjang.

Malamnya tidur nyenyak sekali, hingga di tengah malam, mama membangunkan saya untuk pindah tidur ke rumah Pak Etek Kayo karena dapat kabar mendadak adik Pak Etek Kayo melahirkan malam itu dalam kondisi gawat dan butuh donor darah. Pak Etek Kayo dan istrinya yang merupakan adik mama saya, Tek Mam, bergegas pergi ke RS Yarsi Bukittinggi untuk menjadi donor darah. Sementara saya dan mama ke rumah Pak Etek Kayo untuk menemani anak bungsunya yang tinggal. Besok shubuh, mereka kembali datang dan bawa kabar baik kalau kondisi adik Pak Etek Kayo sudah membaik. Jadinya, hari Jumat, agenda saya hanya di rumah. Sementara, mama dan adik-adiknya, Tek Mam dan Tek Yus, pergi berbelanja ke pasar. Mama belanja oleh-oleh makanan sementara adik-adiknya belanja untuk keperluan dapur. Pulang dari pasar, mama membelikan saya es kampiun dari RM Gumarang, ada pula ketan hitam. Enak..enak..enak... Hehehe...

Es Kampiun

Pulang Kampung #2

Hari kedua di kampung halaman, saya awali dengan menikmati pemandangan di depan rumah, yaitu Gunung Marapi. Beberapa waktu yang lalu, gunung ini sempat membuat khawatir masyarakat di sekitarnya karena meletup-meletup. Alhamdulillah, sekarang sudah tenang dan di pagi itu, pemandangan ke Gunung Marapi bersih, tidak berkabut.
Gunung Marapi, dari depan rumah Padang Panjang
Memulai perjalanan hari kedua ini sedikit siang. Baru sekitar jam 10, berjalan ke rumah Pak Etek Kayo yang letaknya sekitar 5 menit berjalan kaki. Sempat berfoto di pinggir jalan karena ternyata pemandangannya di sepanjang jalan Soekarno-Hatta Padang Panjang itu bagus dan langit cerah.

Mama... saya yang minta untuk berdiri dan di foto. Latar belakangnya Jl. Soekarno Hatta Padang Panjang

Tujuan kami hari ini adalah Bukittinggi dan temanya adalah menemani ibuk-ibuk berbelanja. Kali ini diantar oleh anak tertua Pak Etek Kayo yaitu Deddy. Kebetulan dia hari ini ada perlu ke Bukittinggi untuk mengurus akte kelahiran putra pertamanya yang baru lahir 5 bulan lalu di Bukittinggi. Sepupu saya yang lain, Riri, juga hari ini ada perlu untuk mengambil toga pinjaman ke teman kuliahnya untuk keperluan wisudanya tanggal 26 Mei ini. Dia janjian dengan temannya di Bukittingi. Oiya, selain itu di akhir perjalanan ini kami mampir ke RS Yarsi Bukittinggi untuk menjenguk kakak sepupu saya, yakni anak kedua dari alm kakak mama yang kedua. Jadi, cukup padat jadwal kami hari ini.

Perjalanan dari Padang Panjang ke Bukittinggi memakan waktu sekitar 30-45 menit. Tujuan pertama kami adalah Pasar Aur Bukittinggi. Di sini merupakan salah satu pusat penjualan kerajinan kain bordir maupun sulam khas Sumatera Barat, baik dalam bentuk kain siap jahit, selendang, kerudung, maupun mukena. Terdapat juga bahan tekstil biasa dengan berbagai corak dan harga yang bersaing.

Salah satu kerajinan sulam khas Sumatera Barat

Selanjutnya, kami sholat dzuhur dulu di Masjid Jami Taro Bukittinggi. Setelahnya, pergi ke kantor catatan sipil kota Bukittinggi, seperti yang telah saya bilang tadi. Wah... pemandangan di sekitarnya bagus, saya sempatkan mengambil fotonya.

Sawah menghijau... Langit membiru... Bagus yah :)
Selesai urusan, kami menuju RM Family Benteng untuk makan siang. Letaknya dekat dengan objek wisata Benteng Fort de Kock dan Kebun Binatang Bukittinggi. Saya ingat Pak Bondan "maknyus" pernah menulis mengenai rumah makan ini di detikfood.Saya pun mencoba ayam pop yang disajikan, yang juga sedap adalah sambalnya, cabe digiling halus sekali ditambahkan irisan tomat di dalamnya. Makan lalapan buncis rebus dengan ini, maknyusss... Hehehe.

Perut kenyang, kami melanjutkan perjalanan ke Pasar Ateh Bukittinggi. Pasar ini bersebelahan dengan ikon yang sangat terkenal dari kota Bukittingi yakni Jam Gadang. Di Pasar Ateh Bukittinggi ini, menjual banyak sekali souvenir seperti kaos dengan tulisan dan gambar khas Sumatera Barat, gantungan kunci, sendal dan tas kerajinan khas. Selain itu, terdapat pula penjual makanan berupa keripik-keripik untuk oleh-oleh. Sebagai penggemar asesoris, khususnya bros, saya senang melihat berbagai bros yang dijual di sini. Saya pun membeli beberapa. 

Jam Gadang, Bukittinggi
Selesai melihat-lihat, kami melanjutkan perjalanan ke tempat kerja teman Riri untuk mengambil toga pinjamannya. Kemudian menuju RS Yarsi Bukittinggi untuk menjenguk kakak sepupu saya yang baru saja melahirkan putri keduanya. Yang saya suka dari RS ini, di dinding bagian kebidanan, terdapat nama-nama Islami beserta artinya. Wah, seandainya ada orang tua yang belum dapat ide untuk menamai bayinya yang baru lahir, bisa "nyontek" dari sini. 

Hari semakin sore, kami lalu pamit untuk pulang ke Padang Panjang. Tadinya kami berencana sore ini ke Solok untuk ke tempat pemandian air hangat. Akan tetapi karena hari sudah hampir malam, rencana dibatalkan untuk hari Kamis. Oh iya, kalau berjalan-jalan ke Sumatera Barat, Bukittinggi pilihan yang pas untuk mencari penginapan, di sini terdapat beraneka ragam hotel. Di sini juga terdapat objek wisata Ngarai Sianok dan Lobang Jepang. Sempatkan juga makan Pical Sikai yang terkenal di dekat objek wisata ini. 

Ngarai Sianok

Sabtu, 26 Mei 2012

Pulang Kampung #1

Pulang kampung kali ini dadakan. Saya sangat butuh untuk keluar sebentar dari segala rutinitas. Saya mengambil cuti 9 hari kerja, sehingga saya kembali masuk kantor tanggal 21 Mei 2012. Bersama mama, saya berangkat ke Sumatera Barat tanggal 8 Mei 2012 dengan Lion Air jam 05.50.

Semalam sebelum berangkat, saya bisa dikatakan tidak tidur. Setelah mandi dengan air hangat, saya berangkat dari rumah menuju bandara jam 03.00. Sampai di bandara 45 menit kemudian. Pesawat saya tepat waktu dan tidak lama setelah pesawat lepas landas, saya langsung pulas tertidur. Saya terbangun ketika ada suara "...kita sebentar lagi akan mendarat di Bandara Internasional Minangkabau di Padang...." Tepat 1 jam 20 menit, mendaratlah pesawat yang saya naiki. Jam 08.00, Pak Etek Kayo, suami adik bungsu mama saya, datang menjemput. Berangkatlah kami menuju Padang Panjang, kampung halaman mama saya. Yaa... enaknya liburan di kampung halaman, bebas biaya transportasi dan hotel. Mana kalau kemana-mana, siap diantar. Malahan kali ini, biaya tiket pesawat, saya "ditraktir" mama saya. Hehehe...

Bandara sebenarnya bukan terletak di kota Padang tapi masuk kabupaten Padang Pariaman. Dari bandara ke rumah di Padang Panjang, memakan waktu 1 jam jika lumayan ngebut atau 1,5 jam kecepatan rata-rata. Dari bandara, banyak tersedia taksi maupun mobil travel ke kota lain seperti Padang Panjang, Solok, atau Bukittinggi. Padang Panjang merupakan kota yang terletak di antara kota Padang dan Bukittinggi, dua kota yang dapat dikatakan paling terkenal di Sumatera Barat. Padang merupakan ibukota provinsi, sementara Bukittinggi merupakan kota tujuan wisata yang sangat terkenal dengan ikonnya Jam Gadang. Ketika memasuki kota Padang Panjang, kita akan disambut oleh air terjun yang terletak di tepi jalan raya Padang-Bukittinggi yakni air terjun Lembah Anai.

Sayangnya, dalam perjalanan menuju rumah di Padang Panjang kali ini, saya melewatkan menikmati cantiknya air terjun Lembah Anai karena tidak lama berangkat dari bandara, saya kembali tertidur. Yaa... seperti sudah saya sampaikan sebelumnya, semalam saya hampir tidak tidur. Akan tetapi, karena sudah sangat sering melihat, jadi yaa... biasa saja. Terakhir saya mampir ke air terjun ini, awal tahun ini, waktu itu dalam perjalanan menuju bandara setelah 4 hari di kampung karena kakak tertua mama saya berpulang ke Rahmatullah. Biaya masuk ke sini sangat murah, hanya Rp 2000,-. Bisa berfoto-foto dan jika ingin, berenang. Bersiap karena airnya sangat dingin.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, sampailah kami di Padang Panjang. Saya pun langsung terbangun. Sambil "mengumpulkan nyama", saya melihat sekitar. Loh...ini bukan di rumah alm.kakek-nenek saya. Ini masih di Pasar Padang Panjang. Ternyata, Pak Etek mengajak kami sarapan dulu di RM Gumarang yang merupakan milik keluarganya. Makanan di RM ini enak-enak semua, ini benar lho bukan karena punya saudara. Yang kerap menjadi oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta adalah gulai kambingnya tapi harus pesan atau belinya pagi-pagi benar, kata mama sekitar jam 6 gitu, selepas itu, sudah "sold out". Biasanya, kalau pulang ke Jakarta, pilih pesawat siang, jadi bisa bawa gulai ini buat oleh-oleh. Selain menu seperti rumah makan Padang umumnya, ada juga menu rumah makan umum seperti nasi goreng, mie goreng dan sejenisnya. Untuk minuman, banyak tersedia jus ataupun minuman yang umum tersedia pada rumah makan pada umumnya, plus menyediakan juga minuman khas Minang yaitu es kampiun. Akan tetapi, karena perut saya masih belum siap untuk makan yang terlalu berbumbu, saya memesan nasi goreng saja dan minum air putih.

Kenyang sarapan, kami menuju ke rumah Pak Etek. Di situ, tidak terlalu lama. Kami mengajak 2 sepupu saya untuk berenang di Minang Fantasy Water Park (Mifan) yang ada di Padang Panjang, tepatnya di Minang Village, di mana di situ terdapat museum yang merupakan Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau berbentuk Rumah Gadang di dalamnya terdapat diorama dan foto-foto yang menceritakan sejarah serta budaya masyarakat Minangkabau, termasuk perjuangan masyarakat Minangkabau semasa penjajahan. Di dalamnya juga terdapat replika baju adat dan pelaminan Minangkabau. Akan tetapi, kali ini saya tidak masuk ke dalamnya. Yaa... karena tujuan utama saya ingin berenang di Mifan dan saya sudah beberapa kali ke sana. Foto-foto berikut diambil ketika saya pulang kampung 5 tahun lalu.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau, Padang Panjang

Bagian Dalam Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau


Salah satu model pelaminan khas Minangkabau
Walaupun di Jakarta, banyak waterbom, yang saya suka dari Mifan adalah pemandangan di sekelilingnya yang masih hutan-hutan alami, udaranya yang sejuk serta tiket masuknya yang relatif murah dibandingkan dengan waterbom yang memiliki fasilitas sejenis di Jakarta. Biaya masuknya Rp 50.000 per orang.Di dalam Mifan ini, tidak hanya waterbom tapi juga wahana permainan seperti mini roller coaster, karosel, bom-bom car serta sarana outbond. Untuk ke waterbom, tersedia kendaraan pengangkut berupa mobil kereta, dan ini gratis. Di waterbom, terdapat beberapa sarana seperti seluncuran lurus serta dua macam seluncuran berkelok-kelok yang terdiri dari dua jenis ketinggian, kolam yang terdapat mainan seluncuran mini serta mainan ember besar yang tiap sekitar 5 menit penuh dan menumpahkan airnya, kolam renang standar, semacam lazy pool, serta kolam ombak yang memunculkan kesan seperti tsunami yang hanya ada sekali sehari.

Di belakang saya itulah seluncuran lurus dan berkelok-kelok
Byurr.... Air tumpah ketika ember sudah penuh... Airnya dinginn...

"Lazy pool" dan kolam ombak
Beruntunglah saya ke sana pada hari Selasa karena jika akhir pekan maka Mifan ini ramai sekali. Banyak pengunjung, tidak hanya dari Sumatera Barat tapi juga sekitar seperti dari Jambi maupun Riau. Di Mifan ini juga terdapat penginapan. Saya tidak tahu mengenai harganya. Kami bermain sekitar 2 jam di sini, terhenti karena hujan turun. Akhirnya kami kembali ke rumah Pak Etek dan sorenya ke rumah alm kakek nenek saya. Semenjak kakek, nenek serta kakak tertua mama meninggal, di rumah ini hanya ada satu adik mama beserta suami dan dua anaknya. Bahkan sekarang tambah sepi karena satu anaknya sedang belajar di Padang untuk persiapan masuk perguruan tinggi. Karena itu pula kami baru sore ke rumah karena siangnya semua bekerja dan sekolah. Oiya, satu lagi yang menurut saya membuat Padang Panjang adalah kota yang cocok untuk beristirahat yaitu udaranya yang sejuk cenderung dingin, serta pemandangan di luar rumahnya yang indah. Keluar rumah, saya dapat memandang dua gunung di Sumatera Barat yakni Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Belum lagi berjejer bukit-bukit kecil.

Begitulah hari pertama saya di kampung, masih panjang cerita saya selanjutnya :)

Rabu, 23 Mei 2012

Paspor Baru

Saya pertama kali membuat paspor Januari 2007. Alasannya waktu itu karena saya ditugaskan oleh tempat saya bekerja waktu itu untuk mengikuti workshop selama 6 hari di Bangkok, Thailand. Hingga masa berlakunya paspor pertama saya habis yakni Januari 2012, paspor tersebut hanya dipergunakan sekali itu saja. Tidak terasa, waktu 5 tahun cepat berlalunya.

Akhir Januari 2012, saya memutuskan untuk memperpanjang paspor tersebut. Pengurusan perpanjangan paspor sama dengan membuat paspor baru. Perbedaannya, jika 5 tahun lalu, pengurusan paspor harus di kantor imigrasi yang sewilayah dengan alamat pada kartu identitas, kali ini tidak harus. Oleh karena itu, meskipun alamat pada KTP saya termasuk Jakarta Timur, saya memilih untuk mengurus di kantor imigrasi Jakarta Selatan yang berlokasi di Jl. Warung Buncit Raya no.207, Jakarta Selatan karena searah dengan perjalanan saya dari rumah ke kantor.

Kantor imigrasi ini baru selesai direnovasi total. Awalnya saya sempat ragu ketika akan mengurus paspor di sini apakah kantor ini sudah kembali beroperasi di tempat ini atau masih di tempat sementara. Setelah men-google, ternyata sudah kembali beroperasi di lokasi ini. Pertama kali saya datang ke sini, hanya untuk mengambil formulir isian. Saya sampai sekitar jam 08.00. Berhubung saya membawa kendaraan sendiri, maka begitu saya sampai di kantor imigrasi ini, saya mendapatkan satu "tantangan" yaitu mendapatkan tempat parkir. Entah bagaimana perencanaan ketika renovasi gedung ini, tempat parkir yang disediakan sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah pengunjung di kantor imigrasi ini. Selain parkir pekarangan kantor yang maksimal sekitar 10 mobil beserta parkir untuk motor, hanya terdapat parkir di satu lantai basement, yang saya perkirakan dapat menampung maksimal sekitar 30 mobil. Padahal saya perkirakan setiap harinya ada lebih dari 100 mobil yang datang. Akhirnya, saya berputar-putar di ruang parkir basement yang sempit itu sekitar 30 menit, hingga akhirnya dapat parkir setelah ada satu mobil pengunjung yang keluar. Lalu, saya langsung naik lift ke lantai 2, tempat pengurusan paspor untuk WNI. Keluar dari lift, saya bertanya kepada petugas yang ada di dekat mesin antrian, ditunjukkan arah untuk mengambil formulir isian ada di ruangan kecil di ujung depan sebelah kiri keluar dari lift. Sebenarnya formulir itu gratis, tetapi setiap yang akan mengurus paspor "diwajibkan" membeli map untuk menyerahkan formulir tersebut seharga Rp 5000,-. Setelah saya mendapatkan formulir, saya langsung kembali ke tempat parkir untuk melanjutkan perjalanan ke kantor. Keluar dari kantor imigrasi, saya melihat persis di sebelah kantor imigrasi, sesudah kantor imigrasi jika dari arah ragunan, terdapat gedung perkantoran yang tempat parkirnya cukup luas dan banyak yang kosong. Saya berpikir untuk urusan berikutnya, saya parkir di sini saja.

Beberapa hari kemudian, setelah saya selesai mengisi formulir beserta syarat-syaratnya, saya kembali ke kantor imigrasi untuk menyerahkan berkas tersebut. Berikut persyaratannya yang saya cuplik dari website Ditjen Imigrasi RI :
A.       PERSYARATAN PERMOHONAN PASPOR RI
1.      Mengisi formulir permohonan paspor RI dengan benar dan lengkap (perdim 11, yang dapat diperoleh di kantor imigrasi);
2.       Melampirkan berkas asli dan foto kopi identitas diri, antara lain ;
§         Kartu Tanda Penduduk (KTP);
§         Akte Kelahiran (KK) dan atau Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah;
§         Surat Kawin/Akte Nikah bagi yang telah menikah;
3.        Paspor RI yang lama bagi pemohon penggantian paspor RI;
4.       Surat ganti nama (jika direncanakan akan dilakukan perubahan atau pergantian nama)
5.    Rekomendasi tertulis dari atasan atau pimpinan bagi mereka yang bekerja sebagai PNS, karyawan BUMN,  TNI/Polri atau Karyawan Swasta;
6.     Pemohon melakukan pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku (Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2009 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI).
  B.       PERSYARATAN  UNTUK ANAK DIBAWAH UMUR (DIBAWAH 17 TAHUN)
1.      Mengisi formulir permohonan paspor RI dengan benar dan lengkap (perdim 11, yang dapat diperoleh di kantor imigrasi);
2.       Melampirkan berkas asli dan fotokopi identitas diri, antara lain;
    • akte lahir;
    • KTP orang Tua;
    • Kartu Keluarga;
    • STTB/Ijazah, atau Akte Lahir Orang Tua;
    • Surat Kawin/Nikah Orang Tua;
    • Foto Kopi Paspor Orang Tua yang masih berlaku;
3.       Paspor RI yang lama bagi pemohon penggantian paspor RI;
4.       Melampirkan surat pernyataan tertulis materai Rp 6000 dari Orang Tua.
5.     Pemohon melakukan pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku (Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2009 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI). 
 
Catatan : untuk fotokopi KTP dan halaman identitas paspor lama, di kertas A4 tanpa dipotong sesuai ukuran aslinya. Biaya pembuatan paspor sebesar Rp 255.000,-.

Awalnya saya sempat mencoba mencari parkir di gedung imigrasi, tapi karena sudah penuh, saya langsung ke gedung setelahnya. Ketika saya sudah telanjur belok ke pintu masuk gedung tersebut, tertulis bahwa parkir hanya untuk pegawai di gedung itu tapi karena sudah telanjur belok, saya langsung masuk saja. Oleh petugas pintu masuk, ditanya mau ke mana, ya saya jujur saja jawab mau parkir. Oleh petugas parkir saya disuruh bertanya ke satpam. Oleh satpam di sana, saya dibolehkan parkir, tapi harus keluar dulu. Ya sudahlah, saya ikuti walaupun rasanya seperti dikerjain. Huffhh... Akhirnya saya masuk kembali dan parkir sesuai tempat yang diarahkan oleh petugas satpam gedung itu.

Ketika mengambil nomor antrian di lantai 2 gedung imigrasi, waktu sudah jam 08.30, dan saya mendapatkan nomor antrian 130an. Padahal saat itu, baru nomor antrian 40an yang dipanggil. Ruang tunggunya cukup nyaman dan banyak. Sistem antrian dan pemanggilannya sudah seperti di bank. Saya cukup kagum jika dibandingkan dengan 5 tahun lalu saya mengurus di Kantor Imigrasi Jakarta Timur yang antriannnya semrawut. Rupanya hari itu saya beruntung. Ada seorang ibu yang punya nomor antrian 60an yang batal untuk mengurus, lalu menawarkan nomor antriannya kepada sepasang kakek-nenek yang duduk di belakang saya. Saya lalu menanyakan ke nenek tersebut, berapa nomor antriannya. Ternyata 100an awal. Jadilah saya meminta nomor antrian nenek tersebut. Selanjutnya nomor antrian saya, saya tawarkan pada bapak yang kemudian duduk di sebelah saya yang ternyata dapat nomor antrian 160an.

Setelah menunggu sekitar 1,5 jam akhirnya saya dipanggil. Sesudah seluruh berkas diserahkan dan dibandingkan yang asli oleh petugas, saya diberikan tanda terima untuk melakukan pembayaran dan foto 2 hari setelahnya. Saat kembali ke parkir mobil, petugas di pintu keluar gedung sebelah, menyapa saya "sudah selesai mbak urusannya?" ya saya jawab sudah. Setelah menjemput mobil dan di pintu keluar bayar parkir, saya tanya berapa. Dia langsung minta 8000, saya kasih uang 10ribu. Ketika saya menunggu uang kembalian, dia bilang "Ga perlu kembalian ya mbak". Ya sudahlah. Oiya, ketika saya keluar parkiran, saya juga sudah kasih 10rb ke satpam yang membantu saya saat keluarkan mobil. Walaupun bantuannya, tidak saya perlukan sebenarnya. Huffh... berasa dipalak.

Dua hari kemudian saya kembali ke kantor imigrasi. Yaa.. kali ini saya langsung mencari parkir di gedung sebelah kantor imigrasi. Seperti kemarin, saya disuruh izin satpam. Kali ini saya minta izin agar saya tidak perlu keluar dulu lalu masuk lagi, saya izin dengan mobil ditaruh sebentar di parkir depan gedung yang masih sangat kosong, lalu saya berjalan ke satpam. Ternyata, mereka tidak mengizinkan. Karena saya kesal, langsung saya keluar dan tidak masuk lagi. Heran deh...  Senengnya kok menyusahkan orang.  Baru punya "kekuasaan" segitu aja udah kayak gitu. Sebal!

Saya lanjut mencari-cari tempat parkir, hingga kemudian saya melihat ada hotel di seberang jalan. Setelah berbalik arah di lampu merah pertama setelah kantor imigrasi, saya masuk hotel tersebut. Ya... langsung ditanya sama satpamnya "sudah booking kamar atau belum mbak? kamar berapa?" yaa... saya jawab jujur, saya cuma mau parkir. Hasilnya saya disuruh keluar oleh satpam hotel tersebut. Tetapi baiknya, dia bilang ke saya "kalau mau ke imigrasi, parkir di lahan kosong sebrang kantor imigrasi mbak, pintu masuknya setelah halte busway". Akhirnya saya mengikuti petunjuknya, dan benar di sana sudah banyak mobil parkir di lahan tidak terpakai yang cukup luas.

Karena urusan mencari parkir tersebut, saya baru masuk kantor imigrasi jam 09.00. Saya dapat nomor antrian 130an untuk membayar, lalu kemudian antri lagi untuk foto, ambil sidik jari, dan wawancara dengan nomor yang sama. Saya dipanggil untuk membayar sekitar jam 11.00. Selanjutnya ke tempat menunggu untuk diambil foto, sidik jari dan wawancara. Wah baru antrian 50an. Petugas imigrasi istirahat jam 12.00-13.00. Saya kemudian mencari tempat untuk makan. Saya kembali ke mobil untuk mengambil bekal untuk kemudian numpang makan di kafe di lantai 1 kantor imigrasi. Tentu saya membeli minum dan kue kecil agar diizinkan "menumpang" makan di sana. Selesai makan, saya sholat di masjid sebelah kiri kantor imigrasi.

Kembali ke ruang tunggu, sudah hampir jam 13.00. Pelayanan dimulai tepat jam 13.00. Akhirnya saya dipanggil sekitar jam 15.30. Itu pun baru masuk ke ruang pengambilan foto, sidik jari dan wawancara. Ternyata di dalam antri lagi, menunggu panggilan nama. Oiya, untuk berjilbab, pada saat foto, petugas meminta agar bagian kening jangan tertutup agar wajah terlihat jelas. Ya, saya ikuti, toh hanya perlu menarik ke belakang sedikit agar wajah terlihat jelas tapi rambut tetap tertutup.

Akhirnya selesai juga urusan setengah jam kemudian. Paspor dapat saya ambil 5 hari kerja setelahnya. Saya kembali ke parkir mobil dan keluar dengan membayar 5rb ke orang yang menjaga di lahan tersebut.

Karena ada pekerjaan di kantor yang tidak dapat saya tinggalkan sebentar, saya baru mengambil paspor 7 hari kerja setelahnya. Saya cukup ke loket pengambilan paspor, meletakkan tanda bukti pembayaran ke paku di depan loket antrian dan menunggu nama saya dipanggil. Kira-kira 15 menit saya menunggu dan jadilah paspor saya yang baru. Paspor saya yang lama dikembalikan dengan sedikit digunting pada halaman identitas.