Jumat, 24 Agustus 2012

[Bussiness Trip] Makassar... Menelusuri Jalan di Pantai Barat Makassar hingga Pare Pare... Day 3

Hari ke-3 di Makassar, kami awali dengan mengemasi barang-barang kami untuk check out dan pindah hotel. Tidak lama selesai sarapan, Pak Yusuf beserta stafnya yang menjadi pengemudi kami, Pak Bobby, datang menjemput kami. Pak Yusuf cukup kaget melihat kami membawa koper-koper kami. Yaa...kami ceritakan keadaan hotel Panakkukang ini dengan kamar sempit dan sumpek karena tidak ada jendela. Oleh karena itu, kami berniat pindah dan bilang sudah booking di hotel Penangmas. Eh, berikutnya giliran kami yang terkejut, ternyata menurut Pak Yusuf, hotel Penangmas pun tidak recommended. Kami pun bercerita sudah menghubungi banyak hotel lain dan semuanya fullbooked. Mendengar hal itu, Pak Yusuf menenangkan kami, beliau akan bantu kami cari hotel sepulang kami survey hari ini. 

Rupanya pagi itu Pak Yusuf mengajak kami sarapan lagi sebelum melanjutkan perjalanan untuk mensurvey kegiatan Pembangunan Jembatan Batu Putih cs. Tempatnya tidak jauh dari hotel Panakkukang. Menunya yaitu Coto Makassar, makanan khas sini. Kata Pak Yusuf ini salah satu Coto Makassar yang terenak di Makassar, namanya Daeng Sirua. Menurut saya, memang enak. Coto Makassar ini bercirikan kuahnya yang keruh yang kaya rempah-rempah, pilihan dagingnya bisa daging saja atau campur jeroan, makannya lebih enak dengan buras, semacam lontong begitu. Walaupun perut sudah lumayan kenyang karena sudah sarapan di hotel tapi tidak sopan kalau menolak diajak makan, jadilah kami sarapan lagi. Duh...maaf ga ada foto, malu euy kelihatan foto-foto makanan :P

Selesai sarapan, kami langsung melanjutkan perjalanan kami bersama Pak Yusuf dan Pak Bobby. Dari Makassar, kami melewati kabupaten Maros, sama seperti perjalanan kami hari pertama ke Proyek Pembangunan Bendung Gerak Tempe. Bedanya di tengah kota Maros, ketika jalan utama bercabang dua, jika ke arah Bantimurung belok kanan, kali ini kami belok kiri. Oiya, awalnya kami kira kegiatan Pembangunan Jembatan Baru Putih cs ini hanya melibatkan satu jembatan besar karena anggarannya pun terbilang cukup besar. Kami kurang memperhatikan ada "cs" di nama kegiatan ini. Nyatanya ada 11 jembatan berukuran sedang yang letaknya menyebar untuk menyambungkan jalan lintas barat Sulawesi ketika melalui sungai. Jadi, terkait pelebaran jalan, maka jembatan-jembatan tersebut pun di-"perlebar" dalam artian dibuat satu lagi jembatan di sisi yang telah ada sehingga nanti satu jembatan untuk satu arah *maaf yah kalau agak ribet penjelasannya, semoga dapat dipahami...hehehe*. Oiya, yang unik dari jembatan-jembatan ini adalah warna dari tiang-tiangnya. Satu jembatan punya satu warna yang berbeda dengan jembatan lain. Pilihan warnanya pun cukup menarik karena warna-warna cerah.

Jembatan ini berwarna pink

Yang ini berwarna hijau

Yang ini masih underconstruction
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam termasuk makan siang, sampailah kami di jembatan pertama. Saya dan wulan turun dari mobil untuk mengambil video dan foto tracking. Pak Yusuf mendampingi kami. Beliau juga turut mendokumentasikan pekerjaan di lokasi proyek. Selain itu, beliau juga penggemar fotografi. Buktinya, ketika dalam perjalanan, sempat ada kecelakaan, yaitu truk terbalik. Beliau minta Pak Bobby menepi dan beliau langsung turun untuk memfoto. Katanya jarang-jarang ada "momen" seperti ini. Saya pun ikut serta :P


Truk terbalik

Wah... ternyata capek juga ey. Setiap sampai di satu jembatan, turun mobil, ambil video dan foto tracking sambil berjalan kaki sepanjang jembatan tersebut, naik mobil lagi...begitu seterusnya hingga 11 jembatan. Sempat kami beristirahat sekali di sebuah rumah makan di tepi jalan menikmati es kelapa muda. Nah...yang enak dari survey kali ini, kami dapat menikmati pemandangan pantai barat Sulawesi di hampir sepanjang jalan perjalanan kami. Rumah makan pun terletak di tepi pantai di atas laut.

Mejeng sebentar ketika istirahat di salah satu Rumah Makan
Akhirnya hari sudah senja ketika kami selesai mensurvey jembatan terakhir. Perjalanan dilanjutkan hingga ke kota Pare Pare. Pak Yusuf sekalian ada perlu untuk membeli sesuatu di sini. Pare Pare yang terkenal sebagai tanah kelahiran Presiden ke-3 RI Bapak BJ Habibie, merupakan salah satu kota pelabuhan penting di Sulawesi Selatan. Di sini banyak kapal-kapal baik dari dalam maupun luar negeri yang membawa komoditas perdagangan. Kalau dari cerita Pak Yusuf, banyak barang-barang dari Malaysia masuk ke sini. Oleh karena itu, Pare Pare juga merupakan tempat favorit warga Sulawesi Selatan untuk berbelanja. Di sini, Pak Yusuf mampir ke salah satu toko di sebuah kompleks pertokoan di kota Pare Pare. Nama tokonya Carlos. Saya dan Wulan pun ikut turun untuk melihat-lihat. Ya..benar saja, toko ini menjual barang seperti tas, sepatu, jam tangan, parfum, serta asesoris lainnya. Mengingatkan saya akan kompleks pertokoan Nagoya di Batam. Awalnya Wulan iseng-iseng menawar parfum. Wah...ternyata dapat Rp 100.000,- untuk 3 botol. Jadinya beli deh. Saya ikutan beli 1 botol yang jadinya seharga Rp 35.000,-. Sepenglihatan saya, Pak Yusuf beli tas besar. Saya sempat mampir ke toko persis di sebelah Toko Carlos ini, barang yang dijual serupa ditambah berbagai camilan seperti biskuit, coklat, milo yang diimpor dari Malaysia.

Setelah sekitar setengah jam di Toko Carlos, kami pun berbalik arah kembali ke Makassar. Nah... kami teringat bahwa saya dan Wulan belum mendapatkan hotel pengganti. Nah di sepanjang jalan menuju Makassar ini, kami menghubungi banyak hotel yang direkomendasikan Pak Yusuf dan semuanya penuh. Hampir putus asa, hingga akhirnya Pak Yusuf teringat dengan Hotel Jakarta, yang ternyata letaknya dekat dengan hotel Panakkukang. Kata Pak Yusuf itu hotel masih baru. Setelah cari di internet, dapatlah kami nomor teleponnya. Alhamdulillah, ada kamar kosong yang harganya masih masuk budget dan ada jendela. Huffhhh...lega rasanya...

Hampir jam 9 malam kami sampai di Makassar. Sebelum sampai hotel, kami makan malam dulu di sebuah Kafe bernama Kios La Galigo. Dari cerita Pak Yusuf dan beberapa foto serta keterangan yang menjadi dekorasi kafe ini, La Galigo adalah sebuah pertunjukan drama tentang cerita rakyat masyarakat Sulawesi Selatan yang sangat terkenal bahkan hingga ke seluruh dunia. Yaa..sangat disayangkan, masyarakat dunia lebih mengenalnya daripada masyarakat di Indonesia sendiri. 

Foto-foto tentang Pertunjukkan La Galigo
Selesai makan malam, kami diantar ke hotel. Wah... ternyata hotel Jakarta letaknya tidak jauh dari hotel Panakkukang. Bedanya hotel Jakarta tidak terletak di pinggir jalan utama Boulevard Panakkukang. Hotel ini masuk ke jalan yang lebih kecil sekitar 100 meter. Kekurangannya jalan menuju hotel ini masih jelek. Akan tetapi, kami senang begitu tiba di hotel. Hotelnya terlihat masih baru, model modern minimalis, masih sangat bersih, yang terpenting kamarnya luas, kasurnya empuk (K*ng Ko*il lho), TVnya sudah flat, ber-AC, kamar mandi ada air hangat. Kami sangat puas dan malam itu kami dapat beristirahat dengan nyaman. 


Rabu, 15 Agustus 2012

[Business Trip] Makassar : The Duty Continue... Day 2

Hari kedua di Sulawesi Selatan, kami awali dengan sarapan pagi di hotel. Lagi... lagi... saya kecewa dengan hotel ini, sarapannya sangat terbatas, hanya ada roti, nasi goreng dan bubur ayam. Semuanya karbohidrat. Bahkan karena kami sarapan sekitar jam 8, stoknya sudah menipis. Ah... makin semangat untuk pindah hotel. Sementara kami sarapan, kami juga masih menunggu kabar dari Pak Agus atau orang Balai Sungai lainnya karena tujuan kami di hari ke-2 ini masih bagian Balai Sungai yaitu Bendungan Serbaguna Bili-Bili. Selesai sarapan, saat kami kembali ke kamar, ada telepon masuk ke HP saya, ternyata dari seorang Bapak (duh... saya lupa namanya) yang mengatakan sedang mengutus seorang stafnya untuk menemani kami ke Bendungan Serbaguna Bili-Bili dan tidak lama kemudian stafnya, yang bernama Mbak Asri, menelpon kami mengatakan hampir sampai di hotel kami. 

Kami segera menunggu lobby. Saat akan menitipkan kunci di lobby, kami ditanya resepsionis, mau lanjut atau tidak. Kalau lanjut, kami diminta menyerahkan uang deposit sebesar sewa hotel kali lamanya menginap ditambah seratus ribu rupiah. Saya kemudian berdiskusi sebentar dengan Wulan. Kami putuskan mencoba-coba menghubungi hotel yang kami lihat terletak sekitar hotel Panakkukang ini, yaitu Swiss Bell Hotel. Bermodal googling, kami mendapatkan nomor teleponnya, tapi sayangnya hotel ini juga fullbooked. Oiya, saya juga menghubungi teman saya, Nungq, yang kebetulan sedang mengadakan pelatihan di Hotel Mercure Makassar yang letaknya tidak jauh dari Pantai Losari. Saya minta tolong dia menanyakan masih ada kamar kosong di sana. Akan tetapi, karena responnya lama, saya googling sendiri dan jawabannya sama fullbooked. Khawatir Mbak Asri akan segera sampai dan kami belum dapat memprediksi hari ini akan selesai sampai jam berapa, padahal batas terakhir check out jam 12 siang, maka (dengan terpaksa) kami memperpanjang semalam lagi di Hotel Panakkukang dan langsung membayar uang deposit.

Tidak lama Mbak Asri datang menjemput bersama seorang sopir. Kami langsung menuju ke Bendungan Serbaguna Bili Bili yang terletak di Kabupaten Gowa. Dalam perjalanan menuju Bendungan Serbaguna Bili Bili namun masih di dalam kota Makassar, saya dan Wulan melihat ada hotel yang dari luar terlihat lumayan, pas ada nomor teleponnya tercantum di nama bagian depan hotel tersebut, langsung kami catat. Hotelnya adalah Hotel Penangmas.

Perjalanan menuju Bendungan Serbaguna Bili Bili ditempuh dalam waktu sekitar 1-2 jam dari Makassar. Kabupaten Gowa ini terkenal sebagai tempat kelahiran pahlawan nasional, Sultan Hasanuddin. Wah, hujan turun dalam perjalanan kami. Kami sempat khawatir kalau langit mendung terus, kami bisa kesulitan mendapatkan sinyal satelit untuk kamera GPS kami. Akan tetapi, beruntunglah ketika kami sampai, hujan agak reda dan langit agak cerah sehingga kami dapat bertugas dengan baik.

Kantor Bendungan Serbaguna Bili Bili

Ruang Kendali Bendungan Serbaguna Bili Bili



Inilah Bendungan Serbaguna Bili Bili
Oiya, sedikit informasi. Bendungan Serbaguna Bili Bili ini dibangun dari tahun 1992-1999 dan berlokasi di sebelah barat laut Kota Makassar, sekitar 31 km dari hulu Sungai Jeneberang. Pada awalnya, bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir yang terjadi akibat meluapnya Sungai Jeneberang di musim hujan yang dapat membanjiri Kota Makassar beserta sebagian besar lahan padi di sekitarnya. Pada tahun 2004 terjadi longsor di Gunung Bawakaraeng yang longsorannya ke Bendungan Serbaguna Bili Bili ini yang menyebabkan air di bendungan menjadi sangat kotor dan juga terjadi pendangkalan. Oleh karena itu, selanjutnya dibangun sabo dam untuk mengatasi hal ini yang masih dalam pengerjaan.

Selesai tugas di Bendungan Serbaguna Bili Bili, kami diajak makan siang di tempat makan lesehan tidak jauh dari bendungan ini. Yap...salah satu pemanfaatan bendungan ini adalah sebagai objek wisata. Salah satunya adalah tempat makan lesehan yang kami datangi ini. Di sini disediakan menu berbagai macam olahan ikan yang berasal dari bendungan ini. Wah... enaknya ikan di sini masih segar-segar. Ada yang dibakar... ada yang digoreng kering hingga renyah diadu dengan sambal mangga muda... Nyammmm.... enaaakkkk

Selesai makan siang, kami minta diantar ke Balai Jalan yang letaknya di kota Makassar tepatnya ke arah bandara. Sampai di balai jalan, setelah sedikit ribet dengan urusan surat kami yang sebelum berangkat ke Makassar sudah kami fax ke kantor ini, akhirnya kami ditemukan dengan Pak Yusuf. Tidak lama kami berdiskusi dengan beliau untuk menjadwalkan kegiatan kami dan data yang kami perlukan, hingga akhirnya disepakati kami besoknya mulai survey.

Yak...urusan pekerjaan hari ini selesai. Saya dan Wulan diantar ke hotel oleh Mbak Asri. Wah..kontras dengan hari pertama yang kami harus kerja sampai tengah malam. Hari kedua ini, kami bisa sampai hotel sekitar jam 2. Tidak lama sampai hotel, saya langsung menghubungi nomor Hotel Penangmas yang tadi kami catat saat lewat tadi pagi. Wah... ternyata ada kamar kosong yang punya jendela ke luar kamar dan harganya masuk budget, langsunglah saya booking untuk besok. Lalu kami istirahat sejenak hingga sorenya kami memutuskan melihat-lihat Mal Panakkukang yang terletak sangat dekat dengan hotel kami. Yaa... walaupun sangat minim fasilitas, hotel ini letaknya cukup strategis. Mal Panakkukang, kabarnya, merupakan mal terbesar di kota Makassar. Isinya yaa... sebagaimana umumnya mal di Jakarta. Saya agak menyayangkan kenapa tidak ada semacam pusat kerajinan tangan tradisional khas Sulawesi Selatan di mal ini. Hanya melihat sekilas mal ini, kami kemudian lanjut ke restoran Mi Titi yang letaknya juga masih satu jalan sekitar 500 m dari mal ini. Kami memutuskan menaiki becak motor yang banyak terparkir di luar mal.

Mi Titi ini merupakan salah satu makanan khas Makassar yang berupa mi kering yang sangat halus, menyerupai bihun akan tetapi berwarna coklat, yang disiram oleh sayur-sayuran berkuah kental semacam cap cay. Untuk menikmatinya, bisa ditambahkan perasan jeruk nipis dan sambal. Ini dia tampilannya.


Mi Titi
Mi Titi ini menjadi menu makan malam kami. Sangat mengenyangkan lho buat saya. Selesai makan, kami kembali ke hotel untuk beristirahat mengumpulkan tenaga untuk hari esok.

Senin, 16 Juli 2012

Instanusantara Of The Day

Fotografi sudah menjadi hobby yang populer di masyarakat saat ini. Perkembangan teknologi fotografi semakin mendukung untuk mengembangkan hobby yang satu ini. Diawali dengan munculnya kamera digital yang menjadikan hilangnya kekhawatiran untuk gagal saat mencoba memfoto suatu objek yang mengakibatkan mubazirnya kertas film. Kemudian teknologi lensa yang semakin memperindah tampilan suatu objek. Didukung pula oleh memory untuk penyimpanan foto. Teknologi digital pun mengubah cara orang menikmati foto. Sebagian besar kita lebih menyukai menyimpan foto secara digital untuk dinikmati lewat berbagai gadget ataupun dipamerkan lewat berbagai sosial media. Kamera pada HP pun bahkan semakin canggih dan didukung pula oleh berbagai aplikasi untuk memperindah hasil foto.

Saya termasuk penggemar fotografi, maksudnya saya suka memotret maupun menikmati hasil jepretan orang lain. Akan tetapi, saya bukan tipe orang yang serius dengan hobby yang satu ini hingga membeli kamera atau lensa mahal ataupun mempelajari buku-buku atau pun panduan di website mengenai fotografi. Saya lebih suka mempelajari bagaimana menghasilkan foto yang bagus dari melihat hasil foto orang. Dari situ, saya mempelajari sudut pandang pengambilan suatu objek.

Kamera pertama yang saya punya itu adalah kamera saku menggunakan rol film, hadiah ayah saya memenangi lomba tenis meja di kantornya, ketika saya masih SMP. Seingat saya baru pada satu atau dua kesempatan liburan keluarga ketika pulang kampung, kamera tersebut saya gunakan dan kemudian rusak karena terlalu lama nganggur. Lima tahun lalu, ketika saya sudah punya penghasilan sendiri, kebetulan dapat tugas mengikuti workshop singkat di Bangkok, saya membeli kamera semi profesional. Kebetulan, teman-teman kantor saya ketika itu juga sedang gemar-gemarnya fotografi dan kami punya akun di situs para peminat fotografer : fotografer.net. Kamera tersebut cukup aktif saya gunakan ketika liburan atau bahkan niat hunting selama sekitar 2 tahun setelahnya dan kemudian saya cuekin. Sebenarnya saya masih senang foto-foto, tetapi karena kamera tersebut yang cukup besar, saya terkadang malas membawanya dan belakangan lebih banyak menggunakan HP. 

Beberapa bulan lalu, saya memutuskan untuk mengganti HP saya dengan Iphone 4S. Salah satu aplikasi favorit saya adalah Instagram, yaitu aplikasi yang menyediakan berbagai filter untuk memperindah hasil jepretan dan kemudian foto tersebut dapat dipajang dan dilihat oleh teman-teman kita sesama pemilik akun instagram. Saat itu, aplikasi ini baru ada di Iphone dan tidak lama setelah saya membeli Iphone, ternyata aplikasi ini sudah tersedia pula untuk HP berbasis android, dan menjadikan Instagram semakin populer saat ini. 

Ada beberapa akun di instagram yang mengadakan semacam kontes untuk memilih foto terbaik dengan syarat-syarat tertentu. Walaupun tidak ada hadiah dalam bentuk materi, rasanya ada kepuasan tersendiri jika foto kita terpilih. Saya pun tidak mau ketinggalan. Saya mengikuti "kontes" semacam ini yang diselenggarakan oleh akun @instanusantara.  Syaratnya sangat mudah, upload foto kita yang berlokasi di Indonesia melalui instagram kemudian beri hashtag #instanusantara. Setiap harinya, admin @instanusantara akan memilih 3 foto untuk dijadikan "Instanusantara of The Day". 

Di pagi hari tanggal 8 Juni 2012, saya sangat gembira setelah melihat notifikasi intagram di HP saya. Foto saya terpilih menjadi "Instanusantara of The Day". Kejutan yang menyenangkan bagi saya karena foto yang terpilih justru foto hasil saya iseng-iseng memotret dari balik jendela berwarna kebiruan di lantai 17 Gedung Baru kantor saya sehari sebelumnya. Foto tersebut hasil jepretan HP saya dan tidak saya edit sama sekali.

Hasil Print Screen via Webstagram (Intagram Web Viewer)

Hingga blog ini ditulis, foto ini telah di-"like" 265 orang. Wah senangnya, foto saya dapat dinikmati oleh banyak orang. Ah... saya jadi semakin semangat foto-foto dengan HP ini :D

Anyway, buat pembaca yang punya akun di instagram... Follow akun saya yah : @dewi_indriyati ... Terima kasih :)

Sekilas Jepretan di Pekan Raya Jakarta 2012

This picture is taken from Wikipedia
Cerita lanjutan tentang perjalanan dinas di Makassar saya tunda dulu. Saya ingin berbagi cerita tentang sebuah acara pameran terbesar dan terlama di Indonesia saat ini, yaitu Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair yang baru saja berakhir 15 Juli 2012 kemarin. PRJ diselenggarakan sejak tanggal 14 Juni 2012 di JI Expo Kemayoran. 

Mengutip informasi dari Wikipedia, "PRJ pertama diadakan pada tahun 1968. Sampai saat ini setiap tahun penyelenggaraannya tidak pernah terputus. Dari 1968 sampai 1991 PRJ pernah berlangsung di Taman Monumen Nasional. Idenya muncul atau digagas pertama kali oleh Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan pada saat itu menjabat sebagai Ketua KADIN yang mengusulkan suatu ajang pameran besar untuk meningkatkan pemasaran produksi dalam negeri yang kala itu sedang mulai bangkit pasca G30S/1965 kepada Gubernur DKI yang dijabat oleh Ali Sadikin atau yang lebih dikenal oleh Bang Ali pada tahun 1967. Gagasan atau ide ini disambut baik oleh Pemerintah DKI, karena Pemerintah DKI juga ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama sebagai upaya mewujudkan keinginan Pemerintah DKI yang ingin menyatukan berbagai "pasar malam" yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta,seperti Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas)

Perkembangan PRJ, menurut saya, sangat luar biasa. Awalnya berbentuk pasar malam menjadi pameran terbesar di negara ini. Komoditas yang terdapat di PRJ beragam mulai dari produk industri kecil hingga industri besar. 

Setelah bertahun-tahun tidak mengunjungi PRJ, tahun ini saya sempat mengunjunginya, bahkan hingga dua kali. Berikut foto-foto suasana di PRJ hasil jepretan kamera HP saya. 

Loket Tempat Pembelian Tiket Masuk PRJ
Harga tiket masuk PRJ untuk hari Senin-Kamis Rp 20.000,- dan hari Jumat-Minggu Rp 25.000,-. Tarif parkir mobil Rp 15.000,-.

SetiapPengunjung Harus Melalui Gerbang Detektor Sebelum Memasuki Area PRJ
Untuk Memudahkan Pengunjung, Tersedia Peta Denah Area PRJ
 
Terdapat Pojok Pajak Tidak Jauh dari Pintu Barat
Tidak Ingin Capek Mengitari Area PRJ yang Luas... Terdapat Mobil Gandeng...

Komoditas yang terdapat di PRJ di antaranya adalah :

Furnitur Rumah : Tempat Tidur, Meja Makan, Sofa, Lemari, Karpet
Pakaian... Hampir Semuanya SALE... Sayangnya Sebagian Besar Stok Lama
Sepatu dan Sandal... Mulai dari Anak Kecil hingga Dewasa... Untuk santai, olahraga, hingga bekerja
Salah satu stand Bank
Salah Satu Stand Komputer

Stand Gadget dan asesorisnya

Stand Kamera Digital dan Asesorisnya
Sepeda dan Asesorisnya
Untuk gadget dan asesorisnya, harga yang ditawarkan tidak berbeda jauh dengan harga pasaran.  Begitu pula dengan sepeda dan asesorisnya. Kalau pun ada promo, biasanya dalam bentuk hadiah.

Selain di dalam gedung yang terdiri dari Hal A hingga E, terdapat juga area terbuka. Berikut beberapa foto stand di area terbuka.

Salah Satu Stand Otomotif. Stand Otomotif menempati area terluas di area terbuka ini,
Stand jamu kesehatan bersebelahan dengan stand rokok.... Sangat kontras bukan?
Apakah rokok termasuk cemilan sehingga letaknya persis di sebelah stand biskuit?
Di Hal B dan C, kita dapat mengunjungi berbagai stand milik Pemda DKI Jakarta dan hampir seluruh provinsi lainnya yang menawarkan kerajinan khas masing-masing daerah mulai dari makanan, pakaian, tas, hingga asesoris. Bagian ini merupakan bagian favorit saya karena dapat menjumpai berbagai barang unik dari setiap daerah di Indonesia dalam satu tempat.


MRT Jakarta... Mode Transportasi yang Paling Dinanti Warga Jakarta

Stand DKI Jakarta... Terdapat dodol betawi dan bir pletok khas Jakarta

Tas berbordir cantik ini terdapat di stand Aceh

Stand Kalimantan Timur... Khasnya adalah Batik dan Asesoris dari Batu

Stand Sulawesi Tengah
Selain dari dalam negeri, PRJ juga diikuti oleh peserta dari luar negeri seperti Thailand, Korea Selatan, maupun Irak.

Stand Thailand.... Barang yang Dijual Mirip Seperti di Chatuchak Market, Bangkok

Stand Korea Selatan yang Menjual Ginseng
Di Hal B ini, terdapat ruang untuk sholat. Sayangnya ruangan yang disediakan sangat kurang memadai. Semoga dapat diperbaiki di PRJ mendatang.

Ruang Sholat
Jika lapar, tidak perlu khawatir. Di area PRJ, terdapat banyak penjual makanan. Berbagai makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia tersedia, termasuk juga makanan siap saji bahkan cemilan macam es krim.

Salah Satu Stand  Makanan

Kerak Telor... Makanan khas Jakarta

Hot Dog Es Krim Durian Ala Gentong Ice Cream... Yummee...
Foto-foto di atas kiranya dapat memberikan gambaran ada apa aja di PRJ. Terdapat pula arena permainan anak-anak yang luput dari jepretan saya. 

Harapan saya... Semoga PRJ mendatang, terlebih dengan Gubernur DKI Jakarta yang baru, akan semakin mendukung industri rumah tangga, kecil, dan menengah, menjadi ajang promosi produk-produk dalam negeri, dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan menurunkan harga tiket masuk atau jika mungkin gratis.

Cerita ini saya dedikasikan sebagai kado Ulang Tahun Jakarta ke-485. Jakarta merupakan kota yang spesial. Di kota ini, saya dilahirkan, dibesarkan, bersekolah dari TK hingga Perguruan Tinggi. Tempat saya bermimpi, berjuang mewujudkan impian saya, bahagia saat keberhasilan datang, sedih dan bangkit lagi ketika kegagalan menghampiri.

Jumat, 13 Juli 2012

[Business Trip] Makassar : Start the "almost" last trip

Tanggal 18 - 22 Juni 2012, saya bersama teman kantor saya, Wulan, mendapatkan tugas ke Makassar. Tujuan utama dari perjalanan dinas kami ini adalah mendokumentasikan beberapa proyek strategis yang sedang dikerjakan oleh kantor kami maupun infrastruktur besar yang telah lama ada dalam bentuk video maupun foto GPS untuk ditampilkan pada SIGI-PU maupun situation room Pak Menteri. Oleh karena itu, kegiatan kami adalah mengunjungi lokasi proyek atau infrastruktur tersebut. Nah...perjalanan dinas kali ini sangat berkesan bagi saya dan Wulan sejak hari pertama. Bagi saya dan Wulan, ini adalah pertama kalinya kami ke Sulawesi Selatan. Sebenarnya, saya pernah sekali transit di bandara Sultan Hasanuddin, ketika akan pergi ke Manado. Dan judul yang saya pilih itu memang seperti yang saya alami, mengawali perjalanan yang hampir menjadi perjalanan terakhir saya.

Hampir jam 4 pagi saat saya akan berangkat ke bandara, papa yang akan mengantar saya, mendapati bahwa salah satu ban belakang mobil kempes. Awal yang kurang menyenangkan. Akhirnya, saya putuskan untuk naik taksi. Papa kemudian pergi dengan menggunakan motor ke Jalan Raya Bogor, yang terletak sekitar 1 km dari rumah kami, untuk mencegat taksi. Sekitar 15 menit menunggu, datanglah papa bersama taksi berlambang burung biru. Karena alasan keamanan, papa menemani saya ke bandara. Tidak lama saya berangkat dari rumah, Wulan mengirim pesan lewat whatsapp bahwa dia juga telah berangkat dari kosnya di Ciledug. 

Empat puluh lima menit kemudian, Wulan kembali memberitahu telah sampai di bandara sementara saya masih di tol bandara. Oiya, di pagi itu, dari kantor kami, ada beberapa orang yang juga akan melakukan perjalanan dinas ke daerah-daerah yang berbeda dengan kami dan Wulan telah bersama mereka. Setelah melewati perjalanan yang lancar kecuali tersendat menjelang Terminal 2F Soekarno-Hatta, saya sampai di bandara sekitar pukul 5. Teman-teman kantor yang bersama Wulan kemudian duluan masuk untuk check in. Setelah bertemu Wulan, papa langsung kembali ke rumah. Masih ada satu teman kami, Chika, yang telah sampai dari jam 4 tetapi masih menunggu teman barengannya ke Pekan Baru, ibu Endang. Hampir pukul 5.30, ibu Endang baru datang, maka kami langsung masuk untuk check in. Dan... terkejutlah kami kalau antrian sudah sangat panjang padahal waktu terakhir kami check in adalah pukul 06.00 dan penerbangan kami pukul 06.30. Karena saya punya kartu GFF, saya memutuskan untuk antri check in di antrian pengguna GFF yang lebih pendek dengan membawa koper saya dan Wulan sementara Wulan check in di penumpang tanpa bagasi. Tepat pukul 6, saya check in. Setelah itu, kami langsung bergegas ke ruang tunggu. Yak... kesalahan saya, harusnya tadi sampai bandara langsung sholat Shubuh. Tapi, karena kejadian tak diduga, saya baru sholat setelah check in ini. Tidak lama selesai saya sholat, terdengar panggilan untuk boarding. Saya dan Wulan langsung terburu-buru memasuki ruang tunggu. Huffh... ternyata belum boarding. Jadi, kata mbak yang di ruang tunggu, panggilan itu memang sengaja dibuat 10 menit sebelum boarding. Ah... pelajaran lainnya... Besok-besok kalau dinas, check in masing-masing aja, ga perlu pakai tunggu-tunggu. Menunggu di ruang tunggu saja. Toh... kalau telat ga bisa check in, terus tiket hangus, resiko harus bayar tiket perjalanan pengganti kan ditanggung sendiri (so... buat teman kantor yang mungkin baca tulisan ini, harap paham yah :) )

Dan ternyata benar, 10 menit setelah panggilan, kami benar-benar boarding. Ah... sayangnya karena alasan antrian ramai untuk take off dan landing di landasan bandara, pesawat kami terlambat sekitar 15 menit untuk take off. Perjalanan Jakarta - Makassar ditempuh sekitar 2 jam. Kami sampai sekitar jam 10 waktu setempat. Sempat mampir ke toilet setelah keluar pesawat. Ketika kami ke tempat pengambilan bagasi, dari kejauhan saya melihat koper saya, yang punya ciri khas ada simpul pita merah jambu di salah satu resletingnya, sedang berjalan di belt pengambilan barang. Langsung saya berlari mendatanginya sebelum koper saya masuk lagi. Ternyata di depannya juga ada koper Wulan. Ah... pagi ini rasanya cukup banyak kami berlari-lari. Kemudian saya langsung menelpon Pak Agus, pegawai dari Balai Sungai, yang akan menjemput kami. Ternyata Pak Agus sudah menunggu kami bersama Pak Eka dan sopirnya. 

Tidak jauh dari pintu keluar, kami bertemu mereka dan (tanpa mampir ke hotel atau ke kantor), kami langsung menuju lokasi pertama, yaitu proyek Bendung Gerak Tempe. Bendung Gerak Tempe berlokasi di Kabupaten Wajo. Perkiraan lama perjalanan adalah sekitar 4-5 jam. Kami akan melewati Kabupaten Maros, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Soppeng. Wow... It's gonna be a long day!

Saya dan Wulan naik mobil bersama Pak Eka dan sopirnya sementara Pak Agus membawa mobil sendiri. Keluar dari bandara kami belok kiri ke arah Kabupaten Maros, di mana terdapat Taman Wisata Bantimurung yang terkenal dengan kupu-kupunya. Pemandangan di kabupaten Maros ini cantik, sawah terbentang, terdapat bukit berbaris-baris, mengingatkan saya akan kampung halaman saya di Sumatera Barat. Kemudian kami melewati jalan di perbukitan yang berkelok-kelok. Yang unik, di kanan kiri, beberapa bagian jalan dibatasi oleh tebing-tebing yang cantik tapi juga sedikit menyeramkan karena membuat jalanan menjadi menyempit dan ada satu bagian yang jika terdapat truk akan lewat harus bergantian dengan kendaraan yang dari arah sebaliknya. Setelah melewati jalan berkelok-kelok, kami melewati jalan lurus yang sangat panjang. Lalu, kembali kami melewati satu bukit yang membuat jalan berkelok-kelok yang cukup menyeramkan karena di salah satu sisinya adalah jurang yang sangat dalam. Kami sempat mampir sekitar jam 12 di Kabupaten Bone untuk makan siang selama sekitar 1 jam.

Setelah makan siang, perjalanan dilanjutkan. Ntah karena kami kekenyangan setelah makan siang.... ntah karena jalannya lurus terus.... ntah karena kami semalam kurang tidur karena harus pagi-pagi ke bandara... Selanjutnya kami tertidur di mobil... Tidak lama setelah saya terbangun, saya membaca tulisan bahwa kami sudah memasuki Kabupaten Wajo. Sekitar pukul 4 sore, kami tiba di lokasi proyek Bendung Gerak Tempe.  Di sini kami melakukan tugas kami dan juga menyempatkan untuk sholat.

Dari penjelasan Pak Eka, Pak Agus dan para kontraktor yang bekerja di sana, Bendung Gerak Tempe dibangun untuk mencegah penyusutan air Danau Tempe pada musim kemarau sehingga diharapkan masyarakat yang menggunakan Danau Tempe dapat terus merasakan manfaatnya baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mata pencarian seperti perikanan sepanjang tahun.  

Tugas selesai, kami diantar ke Makassar oleh Pak Agus, sedangkan Pak Eka menginap di lokasi karena besok pagi ada rapat bersama konsultan. Dari cerita Pak Agus, biasanya mereka di lokasi setiap minggunya dari hari Senin hingga Kamis. Wah.... benar-benar berat yah kerja mereka yang di lapangan. 

Bendung Gerak Tempe (underconstruction)


Sekitar pukul 17.30, kami berangkat dari lokasi Bendung Gerak Tempe menuju Makassar. Kondisi mobil Pak Agus tidak sebaik mobil Pak Eka. Dari cerita Pak Agus, mobil standar kendaraan proyek ini sudah berusia sekitar 18 tahun, tidak ada AC dan mobil tidak dapat melaju kencang. Langit pun mulai gelap. 

Langit benar-benar gelap ketika hujan mulai turun sangat deras dan kami masih sangat jauh dari kota Makassar. Ah... saya menemukan dua lagi "kekurangan" mobil dinas Pak Agus ini yaitu pada kaca depan dan lampu depan. Pada kaca depan... ntah wiper-nya yang sudah menurun fungsi menghela air hujan atau memang kacanya yang sudah butek sehingga tetap tidak bersih walau telah disapu wiper. Lampu depannya kurang terang bahkan cahayanya tidak lurus ke depan, agak melebar. Awalnya saya mengantuk tapi melihat kondisi kendaraan yang saya tumpangi, hilang rasa kantuk saya. Sekali-kali saya bantu Pak Agus menyeka kaca depan yang buram karena berembun. 

Kondisi diperparah dengan lampu jalan yang hampir tidak ada. Belum lagi hanya sedikit kendaraan lain yang kami jumpai bahkan kami sempat lama hanya sendiri di jalanan. Sementara, rumah penduduk juga sangat jarang. Sedikit bersyukur ketika saya bertanya kepada Pak Agus mengenai keamanan di sepanjang jalan. Menurut Pak Agus, jalanan sudah aman karena semua penjahat macam perampok telah "dibersihkan" oleh aparat keamanan. Celetukan Pak Agus "untung bukan malam Jumat" membuat saya jadi gentar. Saya tidak bertanya lebih lanjut karena tidak ingin mendengar ceritanya yang kemungkinan arahnya menyeramkan. Perjalanan ini semakin menyeramkan ketika jarak pandang kami sangat pendek sebab kami melewati daerah berkabut. Kabutnya sangat pekat dan hujan masih sangat deras. Saya yang duduk di samping Pak Agus yang menyetir hanya dapat melihat tidak sampai 2 meter di depan saya. Dan masuklah kami ke daerah perbukitan yang tadi kami lewati ketika berangkat yang terdapat jurang di salah satu sisinya. 

Mata saya berusaha untuk melihat jalan. Berjaga-jaga kalau-kalau Pak Agus salah belok. Sepanjang jalan, saya berdoa dalam hati, semoga diberi keselamatan hingga tujuan. Terbayang kalau sampai salah belok dan kami masuk jurang, selesailah perjalanan kami di dunia ini. Dan... hingga di satu belokan... Pak Agus sempat sedikit salah belok. Huffhh... untunglah Pak Agus langsung mengerem dan untunglah pas di belokan itu bukan jurang. 

Ketika memasuki Bone, kendaraan sudah mulai ramai, begitu pula dengan perumahan penduduk. Kami mampir untuk makan malam. Saat itu sudah hampir jam 9 malam. Sekitar 45 menit kami istirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Makassar. Di lanjutan perjalanan ini, kami bersyukur di depan kami ada satu kendaraan berlampu terang yang melaju tidak terlalu kencang sehingga dapat kami ikuti sehingga perjalanan kami menjadi lebih aman. Pak Agus baru menyalip mobil ini setelah kami melewati jalan berbukit di Maros. Selepas itu, perjalanan lurus dan lampu jalan mulai banyak. Saya pun lalu tertidur dan baru terbangun ketika sudah masuk kota Makassar. 

Pak Agus mengantar kami ke hotel Panakkukang, tempat kami menginap malam itu. FYI, kami memilih hotel ini karena dari sekian banyak hotel terkenal maupun rekomendasi teman, semuanya penuh dan hotel Panakkukang ini yang tersisa. Pihak hotel sempat menelpon beberapa kali memastikan kedatangan kami. Terakhir saya mengkonfirmasi saat kami mampir makan malam. Kami tiba di hotel sekitar jam 23.30 dengan kondisi fisik dan psikis yang sangat lelah karena perjalanan jauh dan sebagiannya menyeramkan. Rupanya kami kurang beruntung mendapatkan hotel ini. Kamar standar yang kami dapatkan sangat kecil, belum lagi tidak ada jendela, sehingga terasa sangat sumpek. Ahh..kami sangat kecewa tapi apa boleh buat, sudah tengah malam, jadi mau tidak mau, malam itu kami beristirahat di sini. 

Kami bersyukur melewati hari pertama kami di Sulawesi Selatan dengan selamat. Setelah mandi dengan air hangat yang (untungnya) tersedia di hotel dan sholat, saya langsung tidur, mengumpulkan tenaga untuk perjalanan esok hari ke lokasi berikutnya. 

Sabtu, 16 Juni 2012

F.C Inter - Indonesia Tour 2012

Sepak bola merupakan olahraga yang (mungkin) paling digemari di muka bumi ini. Tidak hanya terbatas para pria saja yang menggemarinya, belakangan jumlah penggemar olahraga ini dari kalangan wanita semakin bertambah banyak. Ada yang gemar memainkannya. Ada yang gemar menyaksikan pertandingannya. Ada pula yang gemar keduanya. Bahkan di negara-negara Eropa, seperti Italia, Inggris, Spanyol, Jerman, sepak bola telah menjadi suatu industri besar. 

Saya termasuk orang yang cukup gemar menyaksikan pertandingan sepak bola. Dipengaruhi oleh ayah saya yang gemar menyaksikan pertandingan liga maupun kejuaraan antar negara di televisi. Saya ingat waktu kecil sempat ikut menyaksikan pertandingan final sepak bola Piala Dunia tahun 1994, Brasil vs Italia, yang kemudian dimenangkan oleh Brasil. Waktu itu memang tidak penuh menyaksikan pertandingan dari awal sampai akhir karena pertandingannya lewat tengah malam, tapi saya ikut tertidur di depan televisi ketika pertandingan itu berlangsung dan sempat sesekali terbangun. Ketika kelas 2 SMA, saya gemar sekali menyaksikan Liga Italia. Bahkan waktu itu punya klub sepak bola favorit, yaitu Lazio. Sempat punya sedikit pernak-pernik kecil Lazio seperti pin dan gantungan kunci. Alasan saya waktu itu menggemari klub ini adalah klub ini sedang dalam masa keemasannya setelah berpuluh-puluh tahun hanya menjadi tim kelas dua di Liga Italia di bawah bayang-bayang klub lain seperti Juventus, AC Milan, dan Inter Milan. Baru satu kali menjadi Juara Liga Italia sejak hampir satu abad berdiri. Saya rasanya sudah bosan dengan klub yang itu-itu saja yang menjadi juara. Saya pun ikut deg-degan ketika menyaksikan pertandingan terakhir di Liga Italia periode 1999-2000 yang menjadi penentu Juara saat itu. Lazio harus menang dan lawan terdekatnya yang saat itu memimpin puncak klasemen sementara, Juventus, harus kalah. Dan akhirnya, Lazio menang, sementara Juventus kalah. Dengan demikian, Lazio menjadi juara Liga Italia 1999-2000.

Selepas SMA, kesibukan saya kuliah dan sempat berpindah-pindahnya stasiun TV yang menayangkan Liga Italia di Indonesia, menyebabkan saya tidak begitu mengikutinya. Lazio sudah tidak menjadi klub sepak bola favorit saya atau pun klub sepak bola lainnya. Sesekali saya menyaksikan pertandingan sepak bola di televisi jika pertandingan itu antara klub-klub hebat, pertandingan Piala Dunia atau Piala Eropa, atau jika tim nasional Indonesia bertanding. Walaupun begitu, saya punya satu impian kecil yaitu menyaksikan pertandingan sepak bola profesional secara langsung di stadion sepak bola yang besar, maksud saya entah itu antar klub sepak bola profesional atau antar negara, yang pasti dimainkan oleh mereka yang memang profesinya adalah pemain sepak bola. Akan tetapi, impian ini urung saya wujudkan karena saya sering khawatir dengan keamanan pertandingan sepak bola di negeri ini. Kalau untuk ke Eropa sana, sepertinya dananya masih harus dipakai untuk hal lain yang lebih saya butuhkan.

Hal ini sangat berbeda dengan adik laki-laki saya, Indra. Sejak mungkin dia mengenal yang namanya sepak bola. Dia menjadi penggemar fanatik olah raga ini sampai sekarang. Tentu saja dia punya klub favorit yang tidak pernah berubah apapun yang terjadi terhadap klub itu, menang ataupun kalah, menjadi juara atau sekadar pecundang, siapapun yang menjadi pemain atau pelatihnya. Klub itu adalah F.C Internazionale atau yang lebih akrab disebut Inter Milan. 

Mendengar berita Inter Milan akan datang ke Indonesia, tentunya menjadi kabar yang sangat menyenangkan baginya. Dia ingin menyaksikan pertandingan ini langsung di Gelora Bung Karno. Wah, saya merasa ini saat yang tepat untuk mewujudkan salah satu impian kecil saya. Kekhawatiran akan keamanan hanya sedikit karena selain ada Indra yang menemani saya juga karena ini pertandingan persahabatan, kemungkinan rusuhnya kecil. Maka, ketika Indra mengabarkan tiket pertandingan sudah mulai dijual di akhir bulan April 2012, kami pun langsung booking via rajakarcis.com. Akan tetapi, karena tidak melakukan pembayaran 24 jam setelah booking, pemesanan kami dinyatakan sudah expired walaupun status pemesanan di rajakarcis.com adalah waiting. Kemudian saya mencoba melakukan pemesanan kembali, tapi ternyata tidak bisa, selalu muncul pesan harus membayar dulu pesanan yang pertama yang sudah expired tadi, baru dapat memesan tiket kembali. Namun, ketika saya mencoba melakukan pembayaran via klikbca.com, tagihan pemesanan pertama sudah terhapus. Saya sudah beberapa kali menghubungi rajakarcis untuk menanyakan hal in tapi selalu sibuk. Akhirnya, kami sepakat Indra akan membeli tiket langsung di kantor rajakarcis di daerah Manggarai. Sebelum berangkat ke Padang, saya sudah menitipkan ini ke Indra.

Akan tetapi, karena Indra tidak dapat meninggalkan kantornya, hingga saya kembali dari Padang, tiket belum di tangan. Hingga suatu hari, tepat 2 minggu setelah pemesanan yang pertama, terkirim email notifikasi ke alamat email saya yang terdaftar di rajakarcis.com. Email tersebut berisikan pernyataan bahwa pemesanan kami sudah expired. Saya lalu mencoba mem-booking lagi tiga tiket kelas 2 untuk pertandingan F.C Inter vs Indonesia Selection tanggal 24 Mei 2012 di Gelora Bung Karno dan ternyata berhasil. Tidak menunggu lama, saya langsung mengabarkan Indra untuk memastikan dia belum membeli tiket ke kantor rajakarcis, dan  setelah pasti dia belum beli, langsung saya bayar. Setelah bayar, voucher dicetak dan pada H-2 sebelum pertandingan, tiket ini ditukarkan.

Voucher yang akan ditukar dengan Tiket
Penukaran tiket dilakukan di Gelora Bung Karno. Pihak penyelenggara pertandingan mendirikan stand untuk penukaran tiket yang terletak di luar stadion. Saya menyempatkan menukarkan tiket pada jam istirahat siang. Kebetulan kantor saya cukup dekat dengan Gelora Bung Karno. Saya sempat melihat persiapan yang dilakukan panitia untuk pertandingan ini, baliho-baliho sudah mulai terpasang. Ada kerumunan supporter Inter yang sedang menggulung (sepertinya) bendera Inter raksasa. Syukurlah, tidak ada antrian saat penukaran tiket. Malah terbilang sepi. 

Para Internisti (Supporter Inter Milan) sedang Menggulung Bendera Raksasa

Tempat Penukaran Tiket

Setelah tiket di tangan, persiapan selanjutnya adalah kostum. Saya minta tolong Indra untuk membelikan kostum Inter Milan. Dia lalu memesankannya ke kios penjual baju bola di depan rumah kami, yang salah satu anak pemiliknya adalah teman Indra waktu sekolah dulu. 

Tanggal 24 Mei 2012, jatuh pada hari Kamis. Paginya, Saya berangkat ke kantor seperti biasa. Pagi itu, kostum belum tersedia. Teman Indra berjanji siangnya, kostum ada karena baru pulang dari membelinya di penjual grosir. Indra sendiri ternyata bolos kerja hari itu. Saya janjian bertemu Indra di kantor saya jam 4 sore. Rencananya, Indra dan pacarnya akan berangkat naik motor ke kantor saya, lalu menumpang parkir di kantor saya, dan kami bertiga naik Trans Jakarta ke Gelora Bung Karno. Saat ke kantor saya itulah, Indra akan membawa kostum Inter Milan untuk saya dan saya akan berganti baju di kamar mandi kantor.

Hingga pukul 4 sore, Indra belum muncul. Saya coba telepon tapi tidak diangkat. Saya tanya ke mama, Indra sudah berangkat. Akhirnya setengah jam kemudian dia muncul. Saya menitipkan motor Indra ke salah seorang satpam di kantor saya. Setelah mendapat kostum Inter Milan dari Indra, saya langsung ke kamar mandi untuk bertukar kostum. Supaya orang-orang kantor tidak heboh, sengaja saya menutupinya dengan jaket. Selama saya berganti kostum dan bersiap pulang, Indra menunggu di depan kantor saya bersama pacarnya. Setelah selesai ganti kostum, saya kembali ke ruangan membereskan barang-barang saya dan langsung pamit pulang.

Tentunya saya tidak benar-benar pulang, saya, Indra dan pacarnya, langsung menuju Gelora Bung Karno dengan menaiki Trans Jakarta. Karena panas, di halte Trans Jakarta, saya membuka jaket saya. Saya menggunakan kostum Inter berwarna merah. Kata Indra ini adalah kostum terbaru Inter, mulai dipakai musim depan. Sementara itu, Indra menggunakan kostum Inter berwarna putih, yang merupakan kostum kedua Inter setelah kostum utamanya yang garis hitam-biru tua. Pacar Indra sendiri hanya menggunakan baju biasa.

Sampai di Gelora Bung Karno, ternyata sudah ramai pengunjung yang sebagian besar menggunakan kostum Inter hitam-biru tua. Di lingkungan stadion, banyak sekali pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai pernak pernik Inter seperti kaos dan poster. Kami sempat ditawari tiket oleh beberapa orang calo. Wah... rupanya masih ada yah percaloan. Kurang dari jam 6 sore, datanglah bis yang mengangkut para pemain Inter dan Indonesia Selection. Wah... semua pengunjung berusaha melihat ke sana walaupun tidak dapat mendekat karena sudah dibatasi pagar dengan jarak yang jauh. Kami juga berusaha melihat, tapi tetap saja yang terlihat hanya bis dan mobil-mobil lain yang mengawalnya.

Tiket kelas 2 itu duduknya di belakang salah satu gawang. Di tiket tertulis, kami masuk dari Pintu IX Sektor 18. Letaknya paling dekat dengan pintu masuk pejalan kaki yang ada di dekat halte Gelora Bung Karno Trans Jakarta. Saat datang kami melihat Pintu IX Sektor 18 masih terkunci. Berbeda dengan Pintu IX Sektor yang di sebelahnya (saya lupa 17 atau 19 yah :P) yang sudah banyak pengunjung antri untuk masuk. Wah... ternyata untuk Pintu IX, pintu masuknya hanya di satu sektor itu saja, maka kami ikut mengantri. Antrian cukup tertib. Mereka sangat respect kepada saya yang wanita, buktinya mereka mempersilahkan saya maju masuk antrian duluan dan cukup menjaga jarak, tidak berdesak-desakan. Untuk masuk ke stadion, kami menunjukkan karcis, kemudian oleh petugas, karcis kami di-scan dengan semacam alat pembaca barcode. Satu per satu pengunjung diperiksa barang bawaannya. Jika membawa air minum, maka harus menyerahkan pada petugas sebelum masuk stadion. Sekitar pukul 6 sore, kami sudah di dalam stadion Gelora Bung Karno. Ternyata... di dalam stadion, terdapat penjual minuman keliling. Wah, jadi tidak paham dengan tujuan dari diambilnya minuman kami dalam botol tadi.


Tiket

Saya di depan Pintu IX Sektor 18 berkostum Inter Milan

Di dalam Stadion
Wow... Besar sekali stadion Gelora Bung Karno ini. Ternyata, jarak antara tempat duduk penonton dengan lapangan, cukup jauh, setidaknya lebih jauh daripada yang saya perkirakan sebelumnya. Di dalam stadion, sudah ramai gemuruh penonton padahal penonton yang menyaksikan pertandingan malam itu hanya memenuhi sekitar sepertiga kapasitas tempat duduk yang tersedia. Khusus untuk Tiket kelas 2, yakni di kedua belakang gawang, sudah penuh penonton, berbeda dengan bagian lainnya. Sekitar setengah jam sebelum pertandingan dimulai, muncul mendekat ke arah penonton, rombongan pemilik Inter Milan (kata adik saya, salah seorangnya adalah istri Massimo Moratti, pemilik Inter Milan). Setelah mereka masuk ke tempat awal, muncul berturut-turut pelatih Inter yang langsung duduk di tempatnya di samping lapangan, pemain dan pelatih Indonesia Selection yang langsung melakukan pemanasan, kiper dan kiper cadangan beserta pelatih kiper yang langsung melakukan pemanasan di gawang dekat tempat duduk kami. Baru paling terakhir, muncullah para pemain Inter Milan yang langsung disambut dengan gegap gempita oleh seluruh penonton.

Para Kiper dan Pelatih Kiper Inter Milan sedang Melakukan Pemanasan

Para Pemain Inter Milan sedang Melakukan Pemanasan

Lebih 10 menit dari jadwal, yakni pukul 19.00 WIB (menurut jam tangan saya), pertandingan dibuka dengan munculnya gerombolan orang yang masuk ke lapangan sambil membawa gulungan kain raksasa. Wah... saya ingat, ini yang saya lihat sedang digulung ketika saya akan menukarkan tiket. Sampai di tengah lapangan, mereka pun langsung membuka gulungan tersebut yang ternyata merupakan bendera Inter Milan.  Lalu para pemain bersiap di salah satu sisi lapangan yang menghadap ke tribun utama. Para pejabat penting seperti Pimpinan PSSI dan Gubernur DKI Jakarta (yang mendapat sorakan penonton) lalu berjabat tangan dengan semua pemain lalu berfoto bersama (ahh.... enaknya jadi pejabat yah :P) Oh.. rupanya karena ini pertandingan antara klub dan timnas, tidak diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan negara. Yak... kick off  babak pertama dilakukan.

Acara Pembukaan Pertandingan

Starting Eleven
Di babak pertama ini, timnas Indonesia Selection banyak melakukan penyerangan. Para pemain Inter Milan cukup kewalahan. Akan tetapi, tidak satu pun membuahkan gol. Sebaliknya, Inter Milan yang awalnya seperti masih mempelajari lawan, justru semakin menguasai pertandingan. Hingga akhirnya menjelang babak pertama berakhir, Gol pertama berhasil dicetak oleh Inter Milan. Gemuruh penonton pun berteriak menyambut gol ini. Yang unik dari pertandingan ini adalah penonton menyemangati siapa pun yang menyerang gawang lawan. 

Jeda istirahat, para pemain kembali masuk ke ruang ganti. Sementara itu, para pengunjung banyak memanfaatkan waktu untuk ke toilet (seperti adik saya Indra) atau membeli makanan kecil yang dijajakan oleh beberapa penjual yang berkeliling tempat duduk penonton. 

Saya di Antara Para Internisti
Setelah istirahat usai, babak kedua dimulai. Wah... di babak kedua ini, timnas Indonesia Selection sepertinya sudah kehabisan tenaga. Permainan dikuasai penuh oleh Inter Milan. Dua gol tambahan pun tercipta di babak kedua ini. Selesai pertandingan, penonton masih ramai bersorak sorai, beberapa menyalakan kembang api besar hingga satu per satu keluar stadion. Kami pun keluar stadion tapi tidak langsung pulang, melainkan menunggu di luar, kali-kali aja dapat melihat pemain Inter Milan. Hampir sejam kami menunggu, pukul 10 malam, keluarlah bis yang membawa pemain. Tapi sayang, kami hanya melihat bis itu saja :D

Selesai Pertandingan

Bis yang Membawa Para Pemain Inter Milan dan Timnas Indonesia Selection
Yaa... begitulah pengalaman saya menyaksikan pertandingan sepak bola langsung di stadion besar. Cukup menyenangkan karena penontonnya tertib. Serunya menonton pertandingan langsung adalah suasana stadion yang semarak. Penonton bernyanyi, bersorak memberi dukungan, hingga membentuk gelombang tangan yang memutari seluruh bagian tempat duduk stadion selama beberapa kali. Khusus saya pribadi, senangnya bisa mewujudkan impian kecil yang sudah lama.