Tanggal 18 - 22 Juni 2012, saya bersama teman kantor saya, Wulan, mendapatkan tugas ke Makassar. Tujuan utama dari perjalanan dinas kami ini adalah mendokumentasikan beberapa proyek strategis yang sedang dikerjakan oleh kantor kami maupun infrastruktur besar yang telah lama ada dalam bentuk video maupun foto GPS untuk ditampilkan pada SIGI-PU maupun situation room Pak Menteri. Oleh karena itu, kegiatan kami adalah mengunjungi lokasi proyek atau infrastruktur tersebut. Nah...perjalanan dinas kali ini sangat berkesan bagi saya dan Wulan sejak hari pertama. Bagi saya dan Wulan, ini adalah pertama kalinya kami ke Sulawesi Selatan. Sebenarnya, saya pernah sekali transit di bandara Sultan Hasanuddin, ketika akan pergi ke Manado. Dan judul yang saya pilih itu memang seperti yang saya alami, mengawali perjalanan yang hampir menjadi perjalanan terakhir saya.
Hampir jam 4 pagi saat saya akan berangkat ke bandara, papa yang akan mengantar saya, mendapati bahwa salah satu ban belakang mobil kempes. Awal yang kurang menyenangkan. Akhirnya, saya putuskan untuk naik taksi. Papa kemudian pergi dengan menggunakan motor ke Jalan Raya Bogor, yang terletak sekitar 1 km dari rumah kami, untuk mencegat taksi. Sekitar 15 menit menunggu, datanglah papa bersama taksi berlambang burung biru. Karena alasan keamanan, papa menemani saya ke bandara. Tidak lama saya berangkat dari rumah, Wulan mengirim pesan lewat whatsapp bahwa dia juga telah berangkat dari kosnya di Ciledug.
Empat puluh lima menit kemudian, Wulan kembali memberitahu telah sampai di bandara sementara saya masih di tol bandara. Oiya, di pagi itu, dari kantor kami, ada beberapa orang yang juga akan melakukan perjalanan dinas ke daerah-daerah yang berbeda dengan kami dan Wulan telah bersama mereka. Setelah melewati perjalanan yang lancar kecuali tersendat menjelang Terminal 2F Soekarno-Hatta, saya sampai di bandara sekitar pukul 5. Teman-teman kantor yang bersama Wulan kemudian duluan masuk untuk check in. Setelah bertemu Wulan, papa langsung kembali ke rumah. Masih ada satu teman kami, Chika, yang telah sampai dari jam 4 tetapi masih menunggu teman barengannya ke Pekan Baru, ibu Endang. Hampir pukul 5.30, ibu Endang baru datang, maka kami langsung masuk untuk check in. Dan... terkejutlah kami kalau antrian sudah sangat panjang padahal waktu terakhir kami check in adalah pukul 06.00 dan penerbangan kami pukul 06.30. Karena saya punya kartu GFF, saya memutuskan untuk antri check in di antrian pengguna GFF yang lebih pendek dengan membawa koper saya dan Wulan sementara Wulan check in di penumpang tanpa bagasi. Tepat pukul 6, saya check in. Setelah itu, kami langsung bergegas ke ruang tunggu. Yak... kesalahan saya, harusnya tadi sampai bandara langsung sholat Shubuh. Tapi, karena kejadian tak diduga, saya baru sholat setelah check in ini. Tidak lama selesai saya sholat, terdengar panggilan untuk boarding. Saya dan Wulan langsung terburu-buru memasuki ruang tunggu. Huffh... ternyata belum boarding. Jadi, kata mbak yang di ruang tunggu, panggilan itu memang sengaja dibuat 10 menit sebelum boarding. Ah... pelajaran lainnya... Besok-besok kalau dinas, check in masing-masing aja, ga perlu pakai tunggu-tunggu. Menunggu di ruang tunggu saja. Toh... kalau telat ga bisa check in, terus tiket hangus, resiko harus bayar tiket perjalanan pengganti kan ditanggung sendiri (so... buat teman kantor yang mungkin baca tulisan ini, harap paham yah :) )
Dan ternyata benar, 10 menit setelah panggilan, kami benar-benar boarding. Ah... sayangnya karena alasan antrian ramai untuk take off dan landing di landasan bandara, pesawat kami terlambat sekitar 15 menit untuk take off. Perjalanan Jakarta - Makassar ditempuh sekitar 2 jam. Kami sampai sekitar jam 10 waktu setempat. Sempat mampir ke toilet setelah keluar pesawat. Ketika kami ke tempat pengambilan bagasi, dari kejauhan saya melihat koper saya, yang punya ciri khas ada simpul pita merah jambu di salah satu resletingnya, sedang berjalan di belt pengambilan barang. Langsung saya berlari mendatanginya sebelum koper saya masuk lagi. Ternyata di depannya juga ada koper Wulan. Ah... pagi ini rasanya cukup banyak kami berlari-lari. Kemudian saya langsung menelpon Pak Agus, pegawai dari Balai Sungai, yang akan menjemput kami. Ternyata Pak Agus sudah menunggu kami bersama Pak Eka dan sopirnya.
Tidak jauh dari pintu keluar, kami bertemu mereka dan (tanpa mampir ke hotel atau ke kantor), kami langsung menuju lokasi pertama, yaitu proyek Bendung Gerak Tempe. Bendung Gerak Tempe berlokasi di Kabupaten Wajo. Perkiraan lama perjalanan adalah sekitar 4-5 jam. Kami akan melewati Kabupaten Maros, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Soppeng. Wow... It's gonna be a long day!
Saya dan Wulan naik mobil bersama Pak Eka dan sopirnya sementara Pak Agus membawa mobil sendiri. Keluar dari bandara kami belok kiri ke arah Kabupaten Maros, di mana terdapat Taman Wisata Bantimurung yang terkenal dengan kupu-kupunya. Pemandangan di kabupaten Maros ini cantik, sawah terbentang, terdapat bukit berbaris-baris, mengingatkan saya akan kampung halaman saya di Sumatera Barat. Kemudian kami melewati jalan di perbukitan yang berkelok-kelok. Yang unik, di kanan kiri, beberapa bagian jalan dibatasi oleh tebing-tebing yang cantik tapi juga sedikit menyeramkan karena membuat jalanan menjadi menyempit dan ada satu bagian yang jika terdapat truk akan lewat harus bergantian dengan kendaraan yang dari arah sebaliknya. Setelah melewati jalan berkelok-kelok, kami melewati jalan lurus yang sangat panjang. Lalu, kembali kami melewati satu bukit yang membuat jalan berkelok-kelok yang cukup menyeramkan karena di salah satu sisinya adalah jurang yang sangat dalam. Kami sempat mampir sekitar jam 12 di Kabupaten Bone untuk makan siang selama sekitar 1 jam.
Setelah makan siang, perjalanan dilanjutkan. Ntah karena kami kekenyangan setelah makan siang.... ntah karena jalannya lurus terus.... ntah karena kami semalam kurang tidur karena harus pagi-pagi ke bandara... Selanjutnya kami tertidur di mobil... Tidak lama setelah saya terbangun, saya membaca tulisan bahwa kami sudah memasuki Kabupaten Wajo. Sekitar pukul 4 sore, kami tiba di lokasi proyek Bendung Gerak Tempe. Di sini kami melakukan tugas kami dan juga menyempatkan untuk sholat.
Dari penjelasan Pak Eka, Pak Agus dan para kontraktor yang bekerja di sana, Bendung Gerak Tempe dibangun untuk mencegah penyusutan air Danau Tempe pada musim kemarau sehingga diharapkan masyarakat yang menggunakan Danau Tempe dapat terus merasakan manfaatnya baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mata pencarian seperti perikanan sepanjang tahun.
Dari penjelasan Pak Eka, Pak Agus dan para kontraktor yang bekerja di sana, Bendung Gerak Tempe dibangun untuk mencegah penyusutan air Danau Tempe pada musim kemarau sehingga diharapkan masyarakat yang menggunakan Danau Tempe dapat terus merasakan manfaatnya baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mata pencarian seperti perikanan sepanjang tahun.
Tugas selesai, kami diantar ke Makassar oleh Pak Agus, sedangkan Pak Eka menginap di lokasi karena besok pagi ada rapat bersama konsultan. Dari cerita Pak Agus, biasanya mereka di lokasi setiap minggunya dari hari Senin hingga Kamis. Wah.... benar-benar berat yah kerja mereka yang di lapangan.
Sekitar pukul 17.30, kami berangkat dari lokasi Bendung Gerak Tempe menuju Makassar. Kondisi mobil Pak Agus tidak sebaik mobil Pak Eka. Dari cerita Pak Agus, mobil standar kendaraan proyek ini sudah berusia sekitar 18 tahun, tidak ada AC dan mobil tidak dapat melaju kencang. Langit pun mulai gelap.
Langit benar-benar gelap ketika hujan mulai turun sangat deras dan kami masih sangat jauh dari kota Makassar. Ah... saya menemukan dua lagi "kekurangan" mobil dinas Pak Agus ini yaitu pada kaca depan dan lampu depan. Pada kaca depan... ntah wiper-nya yang sudah menurun fungsi menghela air hujan atau memang kacanya yang sudah butek sehingga tetap tidak bersih walau telah disapu wiper. Lampu depannya kurang terang bahkan cahayanya tidak lurus ke depan, agak melebar. Awalnya saya mengantuk tapi melihat kondisi kendaraan yang saya tumpangi, hilang rasa kantuk saya. Sekali-kali saya bantu Pak Agus menyeka kaca depan yang buram karena berembun.
Kondisi diperparah dengan lampu jalan yang hampir tidak ada. Belum lagi hanya sedikit kendaraan lain yang kami jumpai bahkan kami sempat lama hanya sendiri di jalanan. Sementara, rumah penduduk juga sangat jarang. Sedikit bersyukur ketika saya bertanya kepada Pak Agus mengenai keamanan di sepanjang jalan. Menurut Pak Agus, jalanan sudah aman karena semua penjahat macam perampok telah "dibersihkan" oleh aparat keamanan. Celetukan Pak Agus "untung bukan malam Jumat" membuat saya jadi gentar. Saya tidak bertanya lebih lanjut karena tidak ingin mendengar ceritanya yang kemungkinan arahnya menyeramkan. Perjalanan ini semakin menyeramkan ketika jarak pandang kami sangat pendek sebab kami melewati daerah berkabut. Kabutnya sangat pekat dan hujan masih sangat deras. Saya yang duduk di samping Pak Agus yang menyetir hanya dapat melihat tidak sampai 2 meter di depan saya. Dan masuklah kami ke daerah perbukitan yang tadi kami lewati ketika berangkat yang terdapat jurang di salah satu sisinya.
Mata saya berusaha untuk melihat jalan. Berjaga-jaga kalau-kalau Pak Agus salah belok. Sepanjang jalan, saya berdoa dalam hati, semoga diberi keselamatan hingga tujuan. Terbayang kalau sampai salah belok dan kami masuk jurang, selesailah perjalanan kami di dunia ini. Dan... hingga di satu belokan... Pak Agus sempat sedikit salah belok. Huffhh... untunglah Pak Agus langsung mengerem dan untunglah pas di belokan itu bukan jurang.
Ketika memasuki Bone, kendaraan sudah mulai ramai, begitu pula dengan perumahan penduduk. Kami mampir untuk makan malam. Saat itu sudah hampir jam 9 malam. Sekitar 45 menit kami istirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Makassar. Di lanjutan perjalanan ini, kami bersyukur di depan kami ada satu kendaraan berlampu terang yang melaju tidak terlalu kencang sehingga dapat kami ikuti sehingga perjalanan kami menjadi lebih aman. Pak Agus baru menyalip mobil ini setelah kami melewati jalan berbukit di Maros. Selepas itu, perjalanan lurus dan lampu jalan mulai banyak. Saya pun lalu tertidur dan baru terbangun ketika sudah masuk kota Makassar.
Pak Agus mengantar kami ke hotel Panakkukang, tempat kami menginap malam itu. FYI, kami memilih hotel ini karena dari sekian banyak hotel terkenal maupun rekomendasi teman, semuanya penuh dan hotel Panakkukang ini yang tersisa. Pihak hotel sempat menelpon beberapa kali memastikan kedatangan kami. Terakhir saya mengkonfirmasi saat kami mampir makan malam. Kami tiba di hotel sekitar jam 23.30 dengan kondisi fisik dan psikis yang sangat lelah karena perjalanan jauh dan sebagiannya menyeramkan. Rupanya kami kurang beruntung mendapatkan hotel ini. Kamar standar yang kami dapatkan sangat kecil, belum lagi tidak ada jendela, sehingga terasa sangat sumpek. Ahh..kami sangat kecewa tapi apa boleh buat, sudah tengah malam, jadi mau tidak mau, malam itu kami beristirahat di sini.
Kami bersyukur melewati hari pertama kami di Sulawesi Selatan dengan selamat. Setelah mandi dengan air hangat yang (untungnya) tersedia di hotel dan sholat, saya langsung tidur, mengumpulkan tenaga untuk perjalanan esok hari ke lokasi berikutnya.
1 komentar:
Berkunjung ke pulau lain dan melihat kemajuan yang sedang menggeliat di sana membawa harapan baik. Tahun kemaren sempat ikutan Telkomsel survey ke Pembangkit Tenaga Panas Bumi di Ulumbu, Flores, ternyata maju juga ya Flores. Selama ini cuma denger cerita betapa miskinnya Flores dari mertua dan memang NTT itu propinsi paling miskin di Indonesia, tapi di sana ada harapan. Buat saya artinya ada pilihan lain untuk kabur dari macet Jakarta.
Posting Komentar