Senin, 16 Juli 2012

Instanusantara Of The Day

Fotografi sudah menjadi hobby yang populer di masyarakat saat ini. Perkembangan teknologi fotografi semakin mendukung untuk mengembangkan hobby yang satu ini. Diawali dengan munculnya kamera digital yang menjadikan hilangnya kekhawatiran untuk gagal saat mencoba memfoto suatu objek yang mengakibatkan mubazirnya kertas film. Kemudian teknologi lensa yang semakin memperindah tampilan suatu objek. Didukung pula oleh memory untuk penyimpanan foto. Teknologi digital pun mengubah cara orang menikmati foto. Sebagian besar kita lebih menyukai menyimpan foto secara digital untuk dinikmati lewat berbagai gadget ataupun dipamerkan lewat berbagai sosial media. Kamera pada HP pun bahkan semakin canggih dan didukung pula oleh berbagai aplikasi untuk memperindah hasil foto.

Saya termasuk penggemar fotografi, maksudnya saya suka memotret maupun menikmati hasil jepretan orang lain. Akan tetapi, saya bukan tipe orang yang serius dengan hobby yang satu ini hingga membeli kamera atau lensa mahal ataupun mempelajari buku-buku atau pun panduan di website mengenai fotografi. Saya lebih suka mempelajari bagaimana menghasilkan foto yang bagus dari melihat hasil foto orang. Dari situ, saya mempelajari sudut pandang pengambilan suatu objek.

Kamera pertama yang saya punya itu adalah kamera saku menggunakan rol film, hadiah ayah saya memenangi lomba tenis meja di kantornya, ketika saya masih SMP. Seingat saya baru pada satu atau dua kesempatan liburan keluarga ketika pulang kampung, kamera tersebut saya gunakan dan kemudian rusak karena terlalu lama nganggur. Lima tahun lalu, ketika saya sudah punya penghasilan sendiri, kebetulan dapat tugas mengikuti workshop singkat di Bangkok, saya membeli kamera semi profesional. Kebetulan, teman-teman kantor saya ketika itu juga sedang gemar-gemarnya fotografi dan kami punya akun di situs para peminat fotografer : fotografer.net. Kamera tersebut cukup aktif saya gunakan ketika liburan atau bahkan niat hunting selama sekitar 2 tahun setelahnya dan kemudian saya cuekin. Sebenarnya saya masih senang foto-foto, tetapi karena kamera tersebut yang cukup besar, saya terkadang malas membawanya dan belakangan lebih banyak menggunakan HP. 

Beberapa bulan lalu, saya memutuskan untuk mengganti HP saya dengan Iphone 4S. Salah satu aplikasi favorit saya adalah Instagram, yaitu aplikasi yang menyediakan berbagai filter untuk memperindah hasil jepretan dan kemudian foto tersebut dapat dipajang dan dilihat oleh teman-teman kita sesama pemilik akun instagram. Saat itu, aplikasi ini baru ada di Iphone dan tidak lama setelah saya membeli Iphone, ternyata aplikasi ini sudah tersedia pula untuk HP berbasis android, dan menjadikan Instagram semakin populer saat ini. 

Ada beberapa akun di instagram yang mengadakan semacam kontes untuk memilih foto terbaik dengan syarat-syarat tertentu. Walaupun tidak ada hadiah dalam bentuk materi, rasanya ada kepuasan tersendiri jika foto kita terpilih. Saya pun tidak mau ketinggalan. Saya mengikuti "kontes" semacam ini yang diselenggarakan oleh akun @instanusantara.  Syaratnya sangat mudah, upload foto kita yang berlokasi di Indonesia melalui instagram kemudian beri hashtag #instanusantara. Setiap harinya, admin @instanusantara akan memilih 3 foto untuk dijadikan "Instanusantara of The Day". 

Di pagi hari tanggal 8 Juni 2012, saya sangat gembira setelah melihat notifikasi intagram di HP saya. Foto saya terpilih menjadi "Instanusantara of The Day". Kejutan yang menyenangkan bagi saya karena foto yang terpilih justru foto hasil saya iseng-iseng memotret dari balik jendela berwarna kebiruan di lantai 17 Gedung Baru kantor saya sehari sebelumnya. Foto tersebut hasil jepretan HP saya dan tidak saya edit sama sekali.

Hasil Print Screen via Webstagram (Intagram Web Viewer)

Hingga blog ini ditulis, foto ini telah di-"like" 265 orang. Wah senangnya, foto saya dapat dinikmati oleh banyak orang. Ah... saya jadi semakin semangat foto-foto dengan HP ini :D

Anyway, buat pembaca yang punya akun di instagram... Follow akun saya yah : @dewi_indriyati ... Terima kasih :)

Sekilas Jepretan di Pekan Raya Jakarta 2012

This picture is taken from Wikipedia
Cerita lanjutan tentang perjalanan dinas di Makassar saya tunda dulu. Saya ingin berbagi cerita tentang sebuah acara pameran terbesar dan terlama di Indonesia saat ini, yaitu Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair yang baru saja berakhir 15 Juli 2012 kemarin. PRJ diselenggarakan sejak tanggal 14 Juni 2012 di JI Expo Kemayoran. 

Mengutip informasi dari Wikipedia, "PRJ pertama diadakan pada tahun 1968. Sampai saat ini setiap tahun penyelenggaraannya tidak pernah terputus. Dari 1968 sampai 1991 PRJ pernah berlangsung di Taman Monumen Nasional. Idenya muncul atau digagas pertama kali oleh Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan pada saat itu menjabat sebagai Ketua KADIN yang mengusulkan suatu ajang pameran besar untuk meningkatkan pemasaran produksi dalam negeri yang kala itu sedang mulai bangkit pasca G30S/1965 kepada Gubernur DKI yang dijabat oleh Ali Sadikin atau yang lebih dikenal oleh Bang Ali pada tahun 1967. Gagasan atau ide ini disambut baik oleh Pemerintah DKI, karena Pemerintah DKI juga ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama sebagai upaya mewujudkan keinginan Pemerintah DKI yang ingin menyatukan berbagai "pasar malam" yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta,seperti Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas)

Perkembangan PRJ, menurut saya, sangat luar biasa. Awalnya berbentuk pasar malam menjadi pameran terbesar di negara ini. Komoditas yang terdapat di PRJ beragam mulai dari produk industri kecil hingga industri besar. 

Setelah bertahun-tahun tidak mengunjungi PRJ, tahun ini saya sempat mengunjunginya, bahkan hingga dua kali. Berikut foto-foto suasana di PRJ hasil jepretan kamera HP saya. 

Loket Tempat Pembelian Tiket Masuk PRJ
Harga tiket masuk PRJ untuk hari Senin-Kamis Rp 20.000,- dan hari Jumat-Minggu Rp 25.000,-. Tarif parkir mobil Rp 15.000,-.

SetiapPengunjung Harus Melalui Gerbang Detektor Sebelum Memasuki Area PRJ
Untuk Memudahkan Pengunjung, Tersedia Peta Denah Area PRJ
 
Terdapat Pojok Pajak Tidak Jauh dari Pintu Barat
Tidak Ingin Capek Mengitari Area PRJ yang Luas... Terdapat Mobil Gandeng...

Komoditas yang terdapat di PRJ di antaranya adalah :

Furnitur Rumah : Tempat Tidur, Meja Makan, Sofa, Lemari, Karpet
Pakaian... Hampir Semuanya SALE... Sayangnya Sebagian Besar Stok Lama
Sepatu dan Sandal... Mulai dari Anak Kecil hingga Dewasa... Untuk santai, olahraga, hingga bekerja
Salah satu stand Bank
Salah Satu Stand Komputer

Stand Gadget dan asesorisnya

Stand Kamera Digital dan Asesorisnya
Sepeda dan Asesorisnya
Untuk gadget dan asesorisnya, harga yang ditawarkan tidak berbeda jauh dengan harga pasaran.  Begitu pula dengan sepeda dan asesorisnya. Kalau pun ada promo, biasanya dalam bentuk hadiah.

Selain di dalam gedung yang terdiri dari Hal A hingga E, terdapat juga area terbuka. Berikut beberapa foto stand di area terbuka.

Salah Satu Stand Otomotif. Stand Otomotif menempati area terluas di area terbuka ini,
Stand jamu kesehatan bersebelahan dengan stand rokok.... Sangat kontras bukan?
Apakah rokok termasuk cemilan sehingga letaknya persis di sebelah stand biskuit?
Di Hal B dan C, kita dapat mengunjungi berbagai stand milik Pemda DKI Jakarta dan hampir seluruh provinsi lainnya yang menawarkan kerajinan khas masing-masing daerah mulai dari makanan, pakaian, tas, hingga asesoris. Bagian ini merupakan bagian favorit saya karena dapat menjumpai berbagai barang unik dari setiap daerah di Indonesia dalam satu tempat.


MRT Jakarta... Mode Transportasi yang Paling Dinanti Warga Jakarta

Stand DKI Jakarta... Terdapat dodol betawi dan bir pletok khas Jakarta

Tas berbordir cantik ini terdapat di stand Aceh

Stand Kalimantan Timur... Khasnya adalah Batik dan Asesoris dari Batu

Stand Sulawesi Tengah
Selain dari dalam negeri, PRJ juga diikuti oleh peserta dari luar negeri seperti Thailand, Korea Selatan, maupun Irak.

Stand Thailand.... Barang yang Dijual Mirip Seperti di Chatuchak Market, Bangkok

Stand Korea Selatan yang Menjual Ginseng
Di Hal B ini, terdapat ruang untuk sholat. Sayangnya ruangan yang disediakan sangat kurang memadai. Semoga dapat diperbaiki di PRJ mendatang.

Ruang Sholat
Jika lapar, tidak perlu khawatir. Di area PRJ, terdapat banyak penjual makanan. Berbagai makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia tersedia, termasuk juga makanan siap saji bahkan cemilan macam es krim.

Salah Satu Stand  Makanan

Kerak Telor... Makanan khas Jakarta

Hot Dog Es Krim Durian Ala Gentong Ice Cream... Yummee...
Foto-foto di atas kiranya dapat memberikan gambaran ada apa aja di PRJ. Terdapat pula arena permainan anak-anak yang luput dari jepretan saya. 

Harapan saya... Semoga PRJ mendatang, terlebih dengan Gubernur DKI Jakarta yang baru, akan semakin mendukung industri rumah tangga, kecil, dan menengah, menjadi ajang promosi produk-produk dalam negeri, dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan menurunkan harga tiket masuk atau jika mungkin gratis.

Cerita ini saya dedikasikan sebagai kado Ulang Tahun Jakarta ke-485. Jakarta merupakan kota yang spesial. Di kota ini, saya dilahirkan, dibesarkan, bersekolah dari TK hingga Perguruan Tinggi. Tempat saya bermimpi, berjuang mewujudkan impian saya, bahagia saat keberhasilan datang, sedih dan bangkit lagi ketika kegagalan menghampiri.

Jumat, 13 Juli 2012

[Business Trip] Makassar : Start the "almost" last trip

Tanggal 18 - 22 Juni 2012, saya bersama teman kantor saya, Wulan, mendapatkan tugas ke Makassar. Tujuan utama dari perjalanan dinas kami ini adalah mendokumentasikan beberapa proyek strategis yang sedang dikerjakan oleh kantor kami maupun infrastruktur besar yang telah lama ada dalam bentuk video maupun foto GPS untuk ditampilkan pada SIGI-PU maupun situation room Pak Menteri. Oleh karena itu, kegiatan kami adalah mengunjungi lokasi proyek atau infrastruktur tersebut. Nah...perjalanan dinas kali ini sangat berkesan bagi saya dan Wulan sejak hari pertama. Bagi saya dan Wulan, ini adalah pertama kalinya kami ke Sulawesi Selatan. Sebenarnya, saya pernah sekali transit di bandara Sultan Hasanuddin, ketika akan pergi ke Manado. Dan judul yang saya pilih itu memang seperti yang saya alami, mengawali perjalanan yang hampir menjadi perjalanan terakhir saya.

Hampir jam 4 pagi saat saya akan berangkat ke bandara, papa yang akan mengantar saya, mendapati bahwa salah satu ban belakang mobil kempes. Awal yang kurang menyenangkan. Akhirnya, saya putuskan untuk naik taksi. Papa kemudian pergi dengan menggunakan motor ke Jalan Raya Bogor, yang terletak sekitar 1 km dari rumah kami, untuk mencegat taksi. Sekitar 15 menit menunggu, datanglah papa bersama taksi berlambang burung biru. Karena alasan keamanan, papa menemani saya ke bandara. Tidak lama saya berangkat dari rumah, Wulan mengirim pesan lewat whatsapp bahwa dia juga telah berangkat dari kosnya di Ciledug. 

Empat puluh lima menit kemudian, Wulan kembali memberitahu telah sampai di bandara sementara saya masih di tol bandara. Oiya, di pagi itu, dari kantor kami, ada beberapa orang yang juga akan melakukan perjalanan dinas ke daerah-daerah yang berbeda dengan kami dan Wulan telah bersama mereka. Setelah melewati perjalanan yang lancar kecuali tersendat menjelang Terminal 2F Soekarno-Hatta, saya sampai di bandara sekitar pukul 5. Teman-teman kantor yang bersama Wulan kemudian duluan masuk untuk check in. Setelah bertemu Wulan, papa langsung kembali ke rumah. Masih ada satu teman kami, Chika, yang telah sampai dari jam 4 tetapi masih menunggu teman barengannya ke Pekan Baru, ibu Endang. Hampir pukul 5.30, ibu Endang baru datang, maka kami langsung masuk untuk check in. Dan... terkejutlah kami kalau antrian sudah sangat panjang padahal waktu terakhir kami check in adalah pukul 06.00 dan penerbangan kami pukul 06.30. Karena saya punya kartu GFF, saya memutuskan untuk antri check in di antrian pengguna GFF yang lebih pendek dengan membawa koper saya dan Wulan sementara Wulan check in di penumpang tanpa bagasi. Tepat pukul 6, saya check in. Setelah itu, kami langsung bergegas ke ruang tunggu. Yak... kesalahan saya, harusnya tadi sampai bandara langsung sholat Shubuh. Tapi, karena kejadian tak diduga, saya baru sholat setelah check in ini. Tidak lama selesai saya sholat, terdengar panggilan untuk boarding. Saya dan Wulan langsung terburu-buru memasuki ruang tunggu. Huffh... ternyata belum boarding. Jadi, kata mbak yang di ruang tunggu, panggilan itu memang sengaja dibuat 10 menit sebelum boarding. Ah... pelajaran lainnya... Besok-besok kalau dinas, check in masing-masing aja, ga perlu pakai tunggu-tunggu. Menunggu di ruang tunggu saja. Toh... kalau telat ga bisa check in, terus tiket hangus, resiko harus bayar tiket perjalanan pengganti kan ditanggung sendiri (so... buat teman kantor yang mungkin baca tulisan ini, harap paham yah :) )

Dan ternyata benar, 10 menit setelah panggilan, kami benar-benar boarding. Ah... sayangnya karena alasan antrian ramai untuk take off dan landing di landasan bandara, pesawat kami terlambat sekitar 15 menit untuk take off. Perjalanan Jakarta - Makassar ditempuh sekitar 2 jam. Kami sampai sekitar jam 10 waktu setempat. Sempat mampir ke toilet setelah keluar pesawat. Ketika kami ke tempat pengambilan bagasi, dari kejauhan saya melihat koper saya, yang punya ciri khas ada simpul pita merah jambu di salah satu resletingnya, sedang berjalan di belt pengambilan barang. Langsung saya berlari mendatanginya sebelum koper saya masuk lagi. Ternyata di depannya juga ada koper Wulan. Ah... pagi ini rasanya cukup banyak kami berlari-lari. Kemudian saya langsung menelpon Pak Agus, pegawai dari Balai Sungai, yang akan menjemput kami. Ternyata Pak Agus sudah menunggu kami bersama Pak Eka dan sopirnya. 

Tidak jauh dari pintu keluar, kami bertemu mereka dan (tanpa mampir ke hotel atau ke kantor), kami langsung menuju lokasi pertama, yaitu proyek Bendung Gerak Tempe. Bendung Gerak Tempe berlokasi di Kabupaten Wajo. Perkiraan lama perjalanan adalah sekitar 4-5 jam. Kami akan melewati Kabupaten Maros, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Soppeng. Wow... It's gonna be a long day!

Saya dan Wulan naik mobil bersama Pak Eka dan sopirnya sementara Pak Agus membawa mobil sendiri. Keluar dari bandara kami belok kiri ke arah Kabupaten Maros, di mana terdapat Taman Wisata Bantimurung yang terkenal dengan kupu-kupunya. Pemandangan di kabupaten Maros ini cantik, sawah terbentang, terdapat bukit berbaris-baris, mengingatkan saya akan kampung halaman saya di Sumatera Barat. Kemudian kami melewati jalan di perbukitan yang berkelok-kelok. Yang unik, di kanan kiri, beberapa bagian jalan dibatasi oleh tebing-tebing yang cantik tapi juga sedikit menyeramkan karena membuat jalanan menjadi menyempit dan ada satu bagian yang jika terdapat truk akan lewat harus bergantian dengan kendaraan yang dari arah sebaliknya. Setelah melewati jalan berkelok-kelok, kami melewati jalan lurus yang sangat panjang. Lalu, kembali kami melewati satu bukit yang membuat jalan berkelok-kelok yang cukup menyeramkan karena di salah satu sisinya adalah jurang yang sangat dalam. Kami sempat mampir sekitar jam 12 di Kabupaten Bone untuk makan siang selama sekitar 1 jam.

Setelah makan siang, perjalanan dilanjutkan. Ntah karena kami kekenyangan setelah makan siang.... ntah karena jalannya lurus terus.... ntah karena kami semalam kurang tidur karena harus pagi-pagi ke bandara... Selanjutnya kami tertidur di mobil... Tidak lama setelah saya terbangun, saya membaca tulisan bahwa kami sudah memasuki Kabupaten Wajo. Sekitar pukul 4 sore, kami tiba di lokasi proyek Bendung Gerak Tempe.  Di sini kami melakukan tugas kami dan juga menyempatkan untuk sholat.

Dari penjelasan Pak Eka, Pak Agus dan para kontraktor yang bekerja di sana, Bendung Gerak Tempe dibangun untuk mencegah penyusutan air Danau Tempe pada musim kemarau sehingga diharapkan masyarakat yang menggunakan Danau Tempe dapat terus merasakan manfaatnya baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mata pencarian seperti perikanan sepanjang tahun.  

Tugas selesai, kami diantar ke Makassar oleh Pak Agus, sedangkan Pak Eka menginap di lokasi karena besok pagi ada rapat bersama konsultan. Dari cerita Pak Agus, biasanya mereka di lokasi setiap minggunya dari hari Senin hingga Kamis. Wah.... benar-benar berat yah kerja mereka yang di lapangan. 

Bendung Gerak Tempe (underconstruction)


Sekitar pukul 17.30, kami berangkat dari lokasi Bendung Gerak Tempe menuju Makassar. Kondisi mobil Pak Agus tidak sebaik mobil Pak Eka. Dari cerita Pak Agus, mobil standar kendaraan proyek ini sudah berusia sekitar 18 tahun, tidak ada AC dan mobil tidak dapat melaju kencang. Langit pun mulai gelap. 

Langit benar-benar gelap ketika hujan mulai turun sangat deras dan kami masih sangat jauh dari kota Makassar. Ah... saya menemukan dua lagi "kekurangan" mobil dinas Pak Agus ini yaitu pada kaca depan dan lampu depan. Pada kaca depan... ntah wiper-nya yang sudah menurun fungsi menghela air hujan atau memang kacanya yang sudah butek sehingga tetap tidak bersih walau telah disapu wiper. Lampu depannya kurang terang bahkan cahayanya tidak lurus ke depan, agak melebar. Awalnya saya mengantuk tapi melihat kondisi kendaraan yang saya tumpangi, hilang rasa kantuk saya. Sekali-kali saya bantu Pak Agus menyeka kaca depan yang buram karena berembun. 

Kondisi diperparah dengan lampu jalan yang hampir tidak ada. Belum lagi hanya sedikit kendaraan lain yang kami jumpai bahkan kami sempat lama hanya sendiri di jalanan. Sementara, rumah penduduk juga sangat jarang. Sedikit bersyukur ketika saya bertanya kepada Pak Agus mengenai keamanan di sepanjang jalan. Menurut Pak Agus, jalanan sudah aman karena semua penjahat macam perampok telah "dibersihkan" oleh aparat keamanan. Celetukan Pak Agus "untung bukan malam Jumat" membuat saya jadi gentar. Saya tidak bertanya lebih lanjut karena tidak ingin mendengar ceritanya yang kemungkinan arahnya menyeramkan. Perjalanan ini semakin menyeramkan ketika jarak pandang kami sangat pendek sebab kami melewati daerah berkabut. Kabutnya sangat pekat dan hujan masih sangat deras. Saya yang duduk di samping Pak Agus yang menyetir hanya dapat melihat tidak sampai 2 meter di depan saya. Dan masuklah kami ke daerah perbukitan yang tadi kami lewati ketika berangkat yang terdapat jurang di salah satu sisinya. 

Mata saya berusaha untuk melihat jalan. Berjaga-jaga kalau-kalau Pak Agus salah belok. Sepanjang jalan, saya berdoa dalam hati, semoga diberi keselamatan hingga tujuan. Terbayang kalau sampai salah belok dan kami masuk jurang, selesailah perjalanan kami di dunia ini. Dan... hingga di satu belokan... Pak Agus sempat sedikit salah belok. Huffhh... untunglah Pak Agus langsung mengerem dan untunglah pas di belokan itu bukan jurang. 

Ketika memasuki Bone, kendaraan sudah mulai ramai, begitu pula dengan perumahan penduduk. Kami mampir untuk makan malam. Saat itu sudah hampir jam 9 malam. Sekitar 45 menit kami istirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Makassar. Di lanjutan perjalanan ini, kami bersyukur di depan kami ada satu kendaraan berlampu terang yang melaju tidak terlalu kencang sehingga dapat kami ikuti sehingga perjalanan kami menjadi lebih aman. Pak Agus baru menyalip mobil ini setelah kami melewati jalan berbukit di Maros. Selepas itu, perjalanan lurus dan lampu jalan mulai banyak. Saya pun lalu tertidur dan baru terbangun ketika sudah masuk kota Makassar. 

Pak Agus mengantar kami ke hotel Panakkukang, tempat kami menginap malam itu. FYI, kami memilih hotel ini karena dari sekian banyak hotel terkenal maupun rekomendasi teman, semuanya penuh dan hotel Panakkukang ini yang tersisa. Pihak hotel sempat menelpon beberapa kali memastikan kedatangan kami. Terakhir saya mengkonfirmasi saat kami mampir makan malam. Kami tiba di hotel sekitar jam 23.30 dengan kondisi fisik dan psikis yang sangat lelah karena perjalanan jauh dan sebagiannya menyeramkan. Rupanya kami kurang beruntung mendapatkan hotel ini. Kamar standar yang kami dapatkan sangat kecil, belum lagi tidak ada jendela, sehingga terasa sangat sumpek. Ahh..kami sangat kecewa tapi apa boleh buat, sudah tengah malam, jadi mau tidak mau, malam itu kami beristirahat di sini. 

Kami bersyukur melewati hari pertama kami di Sulawesi Selatan dengan selamat. Setelah mandi dengan air hangat yang (untungnya) tersedia di hotel dan sholat, saya langsung tidur, mengumpulkan tenaga untuk perjalanan esok hari ke lokasi berikutnya.