Jumat, 24 Agustus 2012

[Bussiness Trip] Makassar... Menelusuri Jalan di Pantai Barat Makassar hingga Pare Pare... Day 3

Hari ke-3 di Makassar, kami awali dengan mengemasi barang-barang kami untuk check out dan pindah hotel. Tidak lama selesai sarapan, Pak Yusuf beserta stafnya yang menjadi pengemudi kami, Pak Bobby, datang menjemput kami. Pak Yusuf cukup kaget melihat kami membawa koper-koper kami. Yaa...kami ceritakan keadaan hotel Panakkukang ini dengan kamar sempit dan sumpek karena tidak ada jendela. Oleh karena itu, kami berniat pindah dan bilang sudah booking di hotel Penangmas. Eh, berikutnya giliran kami yang terkejut, ternyata menurut Pak Yusuf, hotel Penangmas pun tidak recommended. Kami pun bercerita sudah menghubungi banyak hotel lain dan semuanya fullbooked. Mendengar hal itu, Pak Yusuf menenangkan kami, beliau akan bantu kami cari hotel sepulang kami survey hari ini. 

Rupanya pagi itu Pak Yusuf mengajak kami sarapan lagi sebelum melanjutkan perjalanan untuk mensurvey kegiatan Pembangunan Jembatan Batu Putih cs. Tempatnya tidak jauh dari hotel Panakkukang. Menunya yaitu Coto Makassar, makanan khas sini. Kata Pak Yusuf ini salah satu Coto Makassar yang terenak di Makassar, namanya Daeng Sirua. Menurut saya, memang enak. Coto Makassar ini bercirikan kuahnya yang keruh yang kaya rempah-rempah, pilihan dagingnya bisa daging saja atau campur jeroan, makannya lebih enak dengan buras, semacam lontong begitu. Walaupun perut sudah lumayan kenyang karena sudah sarapan di hotel tapi tidak sopan kalau menolak diajak makan, jadilah kami sarapan lagi. Duh...maaf ga ada foto, malu euy kelihatan foto-foto makanan :P

Selesai sarapan, kami langsung melanjutkan perjalanan kami bersama Pak Yusuf dan Pak Bobby. Dari Makassar, kami melewati kabupaten Maros, sama seperti perjalanan kami hari pertama ke Proyek Pembangunan Bendung Gerak Tempe. Bedanya di tengah kota Maros, ketika jalan utama bercabang dua, jika ke arah Bantimurung belok kanan, kali ini kami belok kiri. Oiya, awalnya kami kira kegiatan Pembangunan Jembatan Baru Putih cs ini hanya melibatkan satu jembatan besar karena anggarannya pun terbilang cukup besar. Kami kurang memperhatikan ada "cs" di nama kegiatan ini. Nyatanya ada 11 jembatan berukuran sedang yang letaknya menyebar untuk menyambungkan jalan lintas barat Sulawesi ketika melalui sungai. Jadi, terkait pelebaran jalan, maka jembatan-jembatan tersebut pun di-"perlebar" dalam artian dibuat satu lagi jembatan di sisi yang telah ada sehingga nanti satu jembatan untuk satu arah *maaf yah kalau agak ribet penjelasannya, semoga dapat dipahami...hehehe*. Oiya, yang unik dari jembatan-jembatan ini adalah warna dari tiang-tiangnya. Satu jembatan punya satu warna yang berbeda dengan jembatan lain. Pilihan warnanya pun cukup menarik karena warna-warna cerah.

Jembatan ini berwarna pink

Yang ini berwarna hijau

Yang ini masih underconstruction
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam termasuk makan siang, sampailah kami di jembatan pertama. Saya dan wulan turun dari mobil untuk mengambil video dan foto tracking. Pak Yusuf mendampingi kami. Beliau juga turut mendokumentasikan pekerjaan di lokasi proyek. Selain itu, beliau juga penggemar fotografi. Buktinya, ketika dalam perjalanan, sempat ada kecelakaan, yaitu truk terbalik. Beliau minta Pak Bobby menepi dan beliau langsung turun untuk memfoto. Katanya jarang-jarang ada "momen" seperti ini. Saya pun ikut serta :P


Truk terbalik

Wah... ternyata capek juga ey. Setiap sampai di satu jembatan, turun mobil, ambil video dan foto tracking sambil berjalan kaki sepanjang jembatan tersebut, naik mobil lagi...begitu seterusnya hingga 11 jembatan. Sempat kami beristirahat sekali di sebuah rumah makan di tepi jalan menikmati es kelapa muda. Nah...yang enak dari survey kali ini, kami dapat menikmati pemandangan pantai barat Sulawesi di hampir sepanjang jalan perjalanan kami. Rumah makan pun terletak di tepi pantai di atas laut.

Mejeng sebentar ketika istirahat di salah satu Rumah Makan
Akhirnya hari sudah senja ketika kami selesai mensurvey jembatan terakhir. Perjalanan dilanjutkan hingga ke kota Pare Pare. Pak Yusuf sekalian ada perlu untuk membeli sesuatu di sini. Pare Pare yang terkenal sebagai tanah kelahiran Presiden ke-3 RI Bapak BJ Habibie, merupakan salah satu kota pelabuhan penting di Sulawesi Selatan. Di sini banyak kapal-kapal baik dari dalam maupun luar negeri yang membawa komoditas perdagangan. Kalau dari cerita Pak Yusuf, banyak barang-barang dari Malaysia masuk ke sini. Oleh karena itu, Pare Pare juga merupakan tempat favorit warga Sulawesi Selatan untuk berbelanja. Di sini, Pak Yusuf mampir ke salah satu toko di sebuah kompleks pertokoan di kota Pare Pare. Nama tokonya Carlos. Saya dan Wulan pun ikut turun untuk melihat-lihat. Ya..benar saja, toko ini menjual barang seperti tas, sepatu, jam tangan, parfum, serta asesoris lainnya. Mengingatkan saya akan kompleks pertokoan Nagoya di Batam. Awalnya Wulan iseng-iseng menawar parfum. Wah...ternyata dapat Rp 100.000,- untuk 3 botol. Jadinya beli deh. Saya ikutan beli 1 botol yang jadinya seharga Rp 35.000,-. Sepenglihatan saya, Pak Yusuf beli tas besar. Saya sempat mampir ke toko persis di sebelah Toko Carlos ini, barang yang dijual serupa ditambah berbagai camilan seperti biskuit, coklat, milo yang diimpor dari Malaysia.

Setelah sekitar setengah jam di Toko Carlos, kami pun berbalik arah kembali ke Makassar. Nah... kami teringat bahwa saya dan Wulan belum mendapatkan hotel pengganti. Nah di sepanjang jalan menuju Makassar ini, kami menghubungi banyak hotel yang direkomendasikan Pak Yusuf dan semuanya penuh. Hampir putus asa, hingga akhirnya Pak Yusuf teringat dengan Hotel Jakarta, yang ternyata letaknya dekat dengan hotel Panakkukang. Kata Pak Yusuf itu hotel masih baru. Setelah cari di internet, dapatlah kami nomor teleponnya. Alhamdulillah, ada kamar kosong yang harganya masih masuk budget dan ada jendela. Huffhhh...lega rasanya...

Hampir jam 9 malam kami sampai di Makassar. Sebelum sampai hotel, kami makan malam dulu di sebuah Kafe bernama Kios La Galigo. Dari cerita Pak Yusuf dan beberapa foto serta keterangan yang menjadi dekorasi kafe ini, La Galigo adalah sebuah pertunjukan drama tentang cerita rakyat masyarakat Sulawesi Selatan yang sangat terkenal bahkan hingga ke seluruh dunia. Yaa..sangat disayangkan, masyarakat dunia lebih mengenalnya daripada masyarakat di Indonesia sendiri. 

Foto-foto tentang Pertunjukkan La Galigo
Selesai makan malam, kami diantar ke hotel. Wah... ternyata hotel Jakarta letaknya tidak jauh dari hotel Panakkukang. Bedanya hotel Jakarta tidak terletak di pinggir jalan utama Boulevard Panakkukang. Hotel ini masuk ke jalan yang lebih kecil sekitar 100 meter. Kekurangannya jalan menuju hotel ini masih jelek. Akan tetapi, kami senang begitu tiba di hotel. Hotelnya terlihat masih baru, model modern minimalis, masih sangat bersih, yang terpenting kamarnya luas, kasurnya empuk (K*ng Ko*il lho), TVnya sudah flat, ber-AC, kamar mandi ada air hangat. Kami sangat puas dan malam itu kami dapat beristirahat dengan nyaman. 


Rabu, 15 Agustus 2012

[Business Trip] Makassar : The Duty Continue... Day 2

Hari kedua di Sulawesi Selatan, kami awali dengan sarapan pagi di hotel. Lagi... lagi... saya kecewa dengan hotel ini, sarapannya sangat terbatas, hanya ada roti, nasi goreng dan bubur ayam. Semuanya karbohidrat. Bahkan karena kami sarapan sekitar jam 8, stoknya sudah menipis. Ah... makin semangat untuk pindah hotel. Sementara kami sarapan, kami juga masih menunggu kabar dari Pak Agus atau orang Balai Sungai lainnya karena tujuan kami di hari ke-2 ini masih bagian Balai Sungai yaitu Bendungan Serbaguna Bili-Bili. Selesai sarapan, saat kami kembali ke kamar, ada telepon masuk ke HP saya, ternyata dari seorang Bapak (duh... saya lupa namanya) yang mengatakan sedang mengutus seorang stafnya untuk menemani kami ke Bendungan Serbaguna Bili-Bili dan tidak lama kemudian stafnya, yang bernama Mbak Asri, menelpon kami mengatakan hampir sampai di hotel kami. 

Kami segera menunggu lobby. Saat akan menitipkan kunci di lobby, kami ditanya resepsionis, mau lanjut atau tidak. Kalau lanjut, kami diminta menyerahkan uang deposit sebesar sewa hotel kali lamanya menginap ditambah seratus ribu rupiah. Saya kemudian berdiskusi sebentar dengan Wulan. Kami putuskan mencoba-coba menghubungi hotel yang kami lihat terletak sekitar hotel Panakkukang ini, yaitu Swiss Bell Hotel. Bermodal googling, kami mendapatkan nomor teleponnya, tapi sayangnya hotel ini juga fullbooked. Oiya, saya juga menghubungi teman saya, Nungq, yang kebetulan sedang mengadakan pelatihan di Hotel Mercure Makassar yang letaknya tidak jauh dari Pantai Losari. Saya minta tolong dia menanyakan masih ada kamar kosong di sana. Akan tetapi, karena responnya lama, saya googling sendiri dan jawabannya sama fullbooked. Khawatir Mbak Asri akan segera sampai dan kami belum dapat memprediksi hari ini akan selesai sampai jam berapa, padahal batas terakhir check out jam 12 siang, maka (dengan terpaksa) kami memperpanjang semalam lagi di Hotel Panakkukang dan langsung membayar uang deposit.

Tidak lama Mbak Asri datang menjemput bersama seorang sopir. Kami langsung menuju ke Bendungan Serbaguna Bili Bili yang terletak di Kabupaten Gowa. Dalam perjalanan menuju Bendungan Serbaguna Bili Bili namun masih di dalam kota Makassar, saya dan Wulan melihat ada hotel yang dari luar terlihat lumayan, pas ada nomor teleponnya tercantum di nama bagian depan hotel tersebut, langsung kami catat. Hotelnya adalah Hotel Penangmas.

Perjalanan menuju Bendungan Serbaguna Bili Bili ditempuh dalam waktu sekitar 1-2 jam dari Makassar. Kabupaten Gowa ini terkenal sebagai tempat kelahiran pahlawan nasional, Sultan Hasanuddin. Wah, hujan turun dalam perjalanan kami. Kami sempat khawatir kalau langit mendung terus, kami bisa kesulitan mendapatkan sinyal satelit untuk kamera GPS kami. Akan tetapi, beruntunglah ketika kami sampai, hujan agak reda dan langit agak cerah sehingga kami dapat bertugas dengan baik.

Kantor Bendungan Serbaguna Bili Bili

Ruang Kendali Bendungan Serbaguna Bili Bili



Inilah Bendungan Serbaguna Bili Bili
Oiya, sedikit informasi. Bendungan Serbaguna Bili Bili ini dibangun dari tahun 1992-1999 dan berlokasi di sebelah barat laut Kota Makassar, sekitar 31 km dari hulu Sungai Jeneberang. Pada awalnya, bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir yang terjadi akibat meluapnya Sungai Jeneberang di musim hujan yang dapat membanjiri Kota Makassar beserta sebagian besar lahan padi di sekitarnya. Pada tahun 2004 terjadi longsor di Gunung Bawakaraeng yang longsorannya ke Bendungan Serbaguna Bili Bili ini yang menyebabkan air di bendungan menjadi sangat kotor dan juga terjadi pendangkalan. Oleh karena itu, selanjutnya dibangun sabo dam untuk mengatasi hal ini yang masih dalam pengerjaan.

Selesai tugas di Bendungan Serbaguna Bili Bili, kami diajak makan siang di tempat makan lesehan tidak jauh dari bendungan ini. Yap...salah satu pemanfaatan bendungan ini adalah sebagai objek wisata. Salah satunya adalah tempat makan lesehan yang kami datangi ini. Di sini disediakan menu berbagai macam olahan ikan yang berasal dari bendungan ini. Wah... enaknya ikan di sini masih segar-segar. Ada yang dibakar... ada yang digoreng kering hingga renyah diadu dengan sambal mangga muda... Nyammmm.... enaaakkkk

Selesai makan siang, kami minta diantar ke Balai Jalan yang letaknya di kota Makassar tepatnya ke arah bandara. Sampai di balai jalan, setelah sedikit ribet dengan urusan surat kami yang sebelum berangkat ke Makassar sudah kami fax ke kantor ini, akhirnya kami ditemukan dengan Pak Yusuf. Tidak lama kami berdiskusi dengan beliau untuk menjadwalkan kegiatan kami dan data yang kami perlukan, hingga akhirnya disepakati kami besoknya mulai survey.

Yak...urusan pekerjaan hari ini selesai. Saya dan Wulan diantar ke hotel oleh Mbak Asri. Wah..kontras dengan hari pertama yang kami harus kerja sampai tengah malam. Hari kedua ini, kami bisa sampai hotel sekitar jam 2. Tidak lama sampai hotel, saya langsung menghubungi nomor Hotel Penangmas yang tadi kami catat saat lewat tadi pagi. Wah... ternyata ada kamar kosong yang punya jendela ke luar kamar dan harganya masuk budget, langsunglah saya booking untuk besok. Lalu kami istirahat sejenak hingga sorenya kami memutuskan melihat-lihat Mal Panakkukang yang terletak sangat dekat dengan hotel kami. Yaa... walaupun sangat minim fasilitas, hotel ini letaknya cukup strategis. Mal Panakkukang, kabarnya, merupakan mal terbesar di kota Makassar. Isinya yaa... sebagaimana umumnya mal di Jakarta. Saya agak menyayangkan kenapa tidak ada semacam pusat kerajinan tangan tradisional khas Sulawesi Selatan di mal ini. Hanya melihat sekilas mal ini, kami kemudian lanjut ke restoran Mi Titi yang letaknya juga masih satu jalan sekitar 500 m dari mal ini. Kami memutuskan menaiki becak motor yang banyak terparkir di luar mal.

Mi Titi ini merupakan salah satu makanan khas Makassar yang berupa mi kering yang sangat halus, menyerupai bihun akan tetapi berwarna coklat, yang disiram oleh sayur-sayuran berkuah kental semacam cap cay. Untuk menikmatinya, bisa ditambahkan perasan jeruk nipis dan sambal. Ini dia tampilannya.


Mi Titi
Mi Titi ini menjadi menu makan malam kami. Sangat mengenyangkan lho buat saya. Selesai makan, kami kembali ke hotel untuk beristirahat mengumpulkan tenaga untuk hari esok.

Senin, 16 Juli 2012

Instanusantara Of The Day

Fotografi sudah menjadi hobby yang populer di masyarakat saat ini. Perkembangan teknologi fotografi semakin mendukung untuk mengembangkan hobby yang satu ini. Diawali dengan munculnya kamera digital yang menjadikan hilangnya kekhawatiran untuk gagal saat mencoba memfoto suatu objek yang mengakibatkan mubazirnya kertas film. Kemudian teknologi lensa yang semakin memperindah tampilan suatu objek. Didukung pula oleh memory untuk penyimpanan foto. Teknologi digital pun mengubah cara orang menikmati foto. Sebagian besar kita lebih menyukai menyimpan foto secara digital untuk dinikmati lewat berbagai gadget ataupun dipamerkan lewat berbagai sosial media. Kamera pada HP pun bahkan semakin canggih dan didukung pula oleh berbagai aplikasi untuk memperindah hasil foto.

Saya termasuk penggemar fotografi, maksudnya saya suka memotret maupun menikmati hasil jepretan orang lain. Akan tetapi, saya bukan tipe orang yang serius dengan hobby yang satu ini hingga membeli kamera atau lensa mahal ataupun mempelajari buku-buku atau pun panduan di website mengenai fotografi. Saya lebih suka mempelajari bagaimana menghasilkan foto yang bagus dari melihat hasil foto orang. Dari situ, saya mempelajari sudut pandang pengambilan suatu objek.

Kamera pertama yang saya punya itu adalah kamera saku menggunakan rol film, hadiah ayah saya memenangi lomba tenis meja di kantornya, ketika saya masih SMP. Seingat saya baru pada satu atau dua kesempatan liburan keluarga ketika pulang kampung, kamera tersebut saya gunakan dan kemudian rusak karena terlalu lama nganggur. Lima tahun lalu, ketika saya sudah punya penghasilan sendiri, kebetulan dapat tugas mengikuti workshop singkat di Bangkok, saya membeli kamera semi profesional. Kebetulan, teman-teman kantor saya ketika itu juga sedang gemar-gemarnya fotografi dan kami punya akun di situs para peminat fotografer : fotografer.net. Kamera tersebut cukup aktif saya gunakan ketika liburan atau bahkan niat hunting selama sekitar 2 tahun setelahnya dan kemudian saya cuekin. Sebenarnya saya masih senang foto-foto, tetapi karena kamera tersebut yang cukup besar, saya terkadang malas membawanya dan belakangan lebih banyak menggunakan HP. 

Beberapa bulan lalu, saya memutuskan untuk mengganti HP saya dengan Iphone 4S. Salah satu aplikasi favorit saya adalah Instagram, yaitu aplikasi yang menyediakan berbagai filter untuk memperindah hasil jepretan dan kemudian foto tersebut dapat dipajang dan dilihat oleh teman-teman kita sesama pemilik akun instagram. Saat itu, aplikasi ini baru ada di Iphone dan tidak lama setelah saya membeli Iphone, ternyata aplikasi ini sudah tersedia pula untuk HP berbasis android, dan menjadikan Instagram semakin populer saat ini. 

Ada beberapa akun di instagram yang mengadakan semacam kontes untuk memilih foto terbaik dengan syarat-syarat tertentu. Walaupun tidak ada hadiah dalam bentuk materi, rasanya ada kepuasan tersendiri jika foto kita terpilih. Saya pun tidak mau ketinggalan. Saya mengikuti "kontes" semacam ini yang diselenggarakan oleh akun @instanusantara.  Syaratnya sangat mudah, upload foto kita yang berlokasi di Indonesia melalui instagram kemudian beri hashtag #instanusantara. Setiap harinya, admin @instanusantara akan memilih 3 foto untuk dijadikan "Instanusantara of The Day". 

Di pagi hari tanggal 8 Juni 2012, saya sangat gembira setelah melihat notifikasi intagram di HP saya. Foto saya terpilih menjadi "Instanusantara of The Day". Kejutan yang menyenangkan bagi saya karena foto yang terpilih justru foto hasil saya iseng-iseng memotret dari balik jendela berwarna kebiruan di lantai 17 Gedung Baru kantor saya sehari sebelumnya. Foto tersebut hasil jepretan HP saya dan tidak saya edit sama sekali.

Hasil Print Screen via Webstagram (Intagram Web Viewer)

Hingga blog ini ditulis, foto ini telah di-"like" 265 orang. Wah senangnya, foto saya dapat dinikmati oleh banyak orang. Ah... saya jadi semakin semangat foto-foto dengan HP ini :D

Anyway, buat pembaca yang punya akun di instagram... Follow akun saya yah : @dewi_indriyati ... Terima kasih :)